Drs Torang Lumbantobing memeluk keluarganya usai menjalani sidang pertamanya dengan agenda mendengar dakwaan JPU pada sidang kasus demo Protap, Kamis (2/7) di PN Medan
Sidang lanjutan dengan terdakwa Drs Torang Lumbantobing dalam kasus insiden DPRD Sumut, di PN Medan, Kamis (2/7) terkesan bagai “Drama Kehidupan Nasib Guru malang”. Dikatakan demikian karena terdakwa dituntut ikut sebagai orang yang terlibat kasus demo di gedung DPRD Sumut, 3 Februari 2009 lalu padahal ia tidak datang ke gedung dewan, tapi mengajar di tempatnya bertugas di SMPI Negeri 1 Patumbak.
Hal itu terungkap dalam sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Ardy Djohan dan anggota Junilawati SH dan M Kadarisman SH dan JPU Ingan Purba. Terdakwa didampingi PH-nya, Nopemmerson SH, Leonard Sitompul SH dan Berlin Purba SH.
Dalam eksepsi pribadi yang dibacakan langsung oleh terdakwa, berlangsung sangat mengharukan, apalagi saat mengawali pembacaan eksepsinya terdakwa sudah terlebih dulu menangis karena sedih memikirkan nasibnya, seorang guru yang tidak ikut berunjuk rasa dan mendekam di balik terali besi sejak 07 Februari 2009 hingga sekarang.
Kata Torang Lumbantobing, secara pribadi saya mengajukan keberatan atas dakwaan JPU yang dibacakan pada sidang sebelumnya karena dipersalahkan saya melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dalam ancaman primair, melanggar passal 146 jo pasal 55 ayat (1) KUHPidana, Subsider, melanggar pasal 146 jo pasal 56 ke-2 KUH Pidana.
Menurut terdakwa, dakwan JPU adalah “kabur” dan terkesan mengada-ada, serta dipaksakan yang mengakibatkan profesi saya sebagai guru terhalang. “Saya tidak ada apalagi hadir di gedung DPRD Sumut, saat unjukrasa Protap berlangsung, karena pada saat itu saya sedang mengajar di sekolah di SMP Negeri Patumbak.
Jujur saja saya katakan, kata Torang tidak ada dan tidak benar dalam dakwaan pada 3 Februari 2009 saya melakukan perekrutan massa untuk berunjuk rasa ke DPRD Sumut. Yang lebih menyakitkan, kata Torang saya didakwa bersama massa pendukung Protap lainnya seperti Masrul Parulian Simbolon alias Jack dan saksi Erwin Josua Tarigan naik ke lantai II pintu gedung DPRD Sumut sambil berteriak dan berorasi mengucapkan “Hidup Protap” dan bahkan memecahkan pintu ruang sidang paripurna.
Tambah Torang, apakah salah saya hanya dengan rasa solidaritas persudaraan memberikan pinjaman uang sementara kepada seorang teman yang mana ketika itu Drs Tahan Manahan Panggabean MM sebagai Caleg Propinsi Sumut menghubungi saya melalui HP pada 3 Februari 2009 pukul 22.00 WIB mengatakan kepada saya memberikan uang untuk sosialisasi pencalegannya di masyarakat sebesar Rp 750 ribu kepada tim suksesnya Masrul Parulian Simbolon alias Jack guna keperluan sosialisasi Drs Tahan Manahan Panggabean MM dari Partai Demokrat. Bahkan keesokan harinya, 4 Februari 2009 pukul 17.00 WIB uang tersebut telah dikembalikan kepada saya.
Sejak penangkapan, kata Torang Lumbantobing sudah lima bulan lamanya mendekam dalam terali besi mengakibatkan 4 putra-putrinya termasuk perkuliahan menjadi morat-marit dan terancam putus kuliah karena tidak ada lagi yang memperhatikan nasib mereka berempat, karena istri terdakwa telah meninggal dunia Maret 2006 lalu. Dan sampai saat ini dirinyalah yang menjadi tumpuan harapan mereka.
Berkaitan dengan itu, kata Torang dengan sesenggukan, “Saya memohon majelis hakim yang mulia agar menghentikan penyelidikan saya dalam persidangan ini, memohon juga dapat membebaskan saya, agar dapat berkumpul kembali bersama ke-4 putra/i saya dan dapat melanjutkan profesi sebagai guru di SMP Negeri 1 Patumbak.”
Sementara itu, PH terdakwa juga membacakan eksepsi yang berjudul “Guruku Sayang Guruku malang” yang berintikan surat dakwaan tidak cermat dan dakwan cacat hukum, karena telah ada perbedaan yang sangat prinsipil dan sangat diabaikan oleh penyidik. Fakta yang sebesnarnya terdakwa berada di sekolah SMP Negeri 1 Patumbak dan sama sekali tidak ikut aksi damai seperti yang tertuang dalam surat dakwaan JPU.
Setelah pembacaan eksepsi, majelis hakim menunda sidang hingga, Selasa (14/7)
(sib)
Sidang lanjutan dengan terdakwa Drs Torang Lumbantobing dalam kasus insiden DPRD Sumut, di PN Medan, Kamis (2/7) terkesan bagai “Drama Kehidupan Nasib Guru malang”. Dikatakan demikian karena terdakwa dituntut ikut sebagai orang yang terlibat kasus demo di gedung DPRD Sumut, 3 Februari 2009 lalu padahal ia tidak datang ke gedung dewan, tapi mengajar di tempatnya bertugas di SMPI Negeri 1 Patumbak.
Hal itu terungkap dalam sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Ardy Djohan dan anggota Junilawati SH dan M Kadarisman SH dan JPU Ingan Purba. Terdakwa didampingi PH-nya, Nopemmerson SH, Leonard Sitompul SH dan Berlin Purba SH.
Dalam eksepsi pribadi yang dibacakan langsung oleh terdakwa, berlangsung sangat mengharukan, apalagi saat mengawali pembacaan eksepsinya terdakwa sudah terlebih dulu menangis karena sedih memikirkan nasibnya, seorang guru yang tidak ikut berunjuk rasa dan mendekam di balik terali besi sejak 07 Februari 2009 hingga sekarang.
Kata Torang Lumbantobing, secara pribadi saya mengajukan keberatan atas dakwaan JPU yang dibacakan pada sidang sebelumnya karena dipersalahkan saya melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dalam ancaman primair, melanggar passal 146 jo pasal 55 ayat (1) KUHPidana, Subsider, melanggar pasal 146 jo pasal 56 ke-2 KUH Pidana.
Menurut terdakwa, dakwan JPU adalah “kabur” dan terkesan mengada-ada, serta dipaksakan yang mengakibatkan profesi saya sebagai guru terhalang. “Saya tidak ada apalagi hadir di gedung DPRD Sumut, saat unjukrasa Protap berlangsung, karena pada saat itu saya sedang mengajar di sekolah di SMP Negeri Patumbak.
Jujur saja saya katakan, kata Torang tidak ada dan tidak benar dalam dakwaan pada 3 Februari 2009 saya melakukan perekrutan massa untuk berunjuk rasa ke DPRD Sumut. Yang lebih menyakitkan, kata Torang saya didakwa bersama massa pendukung Protap lainnya seperti Masrul Parulian Simbolon alias Jack dan saksi Erwin Josua Tarigan naik ke lantai II pintu gedung DPRD Sumut sambil berteriak dan berorasi mengucapkan “Hidup Protap” dan bahkan memecahkan pintu ruang sidang paripurna.
Tambah Torang, apakah salah saya hanya dengan rasa solidaritas persudaraan memberikan pinjaman uang sementara kepada seorang teman yang mana ketika itu Drs Tahan Manahan Panggabean MM sebagai Caleg Propinsi Sumut menghubungi saya melalui HP pada 3 Februari 2009 pukul 22.00 WIB mengatakan kepada saya memberikan uang untuk sosialisasi pencalegannya di masyarakat sebesar Rp 750 ribu kepada tim suksesnya Masrul Parulian Simbolon alias Jack guna keperluan sosialisasi Drs Tahan Manahan Panggabean MM dari Partai Demokrat. Bahkan keesokan harinya, 4 Februari 2009 pukul 17.00 WIB uang tersebut telah dikembalikan kepada saya.
Sejak penangkapan, kata Torang Lumbantobing sudah lima bulan lamanya mendekam dalam terali besi mengakibatkan 4 putra-putrinya termasuk perkuliahan menjadi morat-marit dan terancam putus kuliah karena tidak ada lagi yang memperhatikan nasib mereka berempat, karena istri terdakwa telah meninggal dunia Maret 2006 lalu. Dan sampai saat ini dirinyalah yang menjadi tumpuan harapan mereka.
Berkaitan dengan itu, kata Torang dengan sesenggukan, “Saya memohon majelis hakim yang mulia agar menghentikan penyelidikan saya dalam persidangan ini, memohon juga dapat membebaskan saya, agar dapat berkumpul kembali bersama ke-4 putra/i saya dan dapat melanjutkan profesi sebagai guru di SMP Negeri 1 Patumbak.”
Sementara itu, PH terdakwa juga membacakan eksepsi yang berjudul “Guruku Sayang Guruku malang” yang berintikan surat dakwaan tidak cermat dan dakwan cacat hukum, karena telah ada perbedaan yang sangat prinsipil dan sangat diabaikan oleh penyidik. Fakta yang sebesnarnya terdakwa berada di sekolah SMP Negeri 1 Patumbak dan sama sekali tidak ikut aksi damai seperti yang tertuang dalam surat dakwaan JPU.
Setelah pembacaan eksepsi, majelis hakim menunda sidang hingga, Selasa (14/7)
(sib)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar