Koordinator Hukum dan Advokasi Tim Megawti-Prabowo, Gayus Lumbuun, di Jakarta, Rabu, mempertanyakan sikap dan pernyataan Tim SBY-Boediono yang seolah-olah yakin Keputusan Mahkamah Konstitusi pasti akan sama dengan Putusan Komisi Pemilihan Umum.
"Seyogianya, kubu SBY-Boediono tidak perlu berkomentar atau bersikap apa pun bahwa Keputusan MK akan sama dengan KPU, karena hal ini akan menimbulkan dugaan telah terjadi pengaturan putusan dengan MK," katanya kepada ANTARA.
Anggota Komisi III (bidang Hukum, HAM dan Perundang-undangan) DPR RI ini juga mengkritisi kubu SBY-Boediono, antara lain seperti dinyatakan secara terbuka melalui pers oleh Ketua DPP Partai Demokrat, Anas Urbaningrum, yang mengatakan seolah-olah upaya mengajukan gugatan (oleh Tim Megawati-Prabowo) ke MK terlalu mengada-ada.
"Malah dibilang ini (gugatan ke MK) itu mengada-ada dan dicari- cari bahkan tidak kuat, karena mengajukan gugatan ke MK sebagai bentuk Permohonan Pembatalan Keputusan KPU tentang Hasil Rekapitulasi Perhitungan Suara Pemilu Presiden (Pilpres)," kata Gayus Lumbuun.
Semua pernyataan dan sikap kubu SBY ini, menurut dia, mengesankan perilaku yang malah memperkeruh situasi.
"Biarkan kami melakukan upaya yang memang realitas di lapangan terjadi begitu, yakni ada pelanggaran-pelanggaran dan penyimpangan- penyimpangan yang terjadi secara masif dan sistemik di sejumlah besar provinsi, minimal 25 provinsi dari 33 provinsi di Indonesia," katanya.
Gayus Lumbuun lalu membeberkan dugaan pelanggaran dan penyimpangan dalam pilpres, yaitu penambahan suara sebesar 28.658.634 atau hampir 29 juta jiwa.
"Ini kami temukan di lapangan, yakni hampir 29 juta suara secara tidak sah ditambahkan ke pasangan SBY-Boediono. Tentu kami memiliki bukti-bukti yang kuat dan sempurna menurut hukum," katanya.
Karena itu, menurut dia, kubu SBY sebelum mengeluarkan pernyataan atau bersikap, harus memahami dengan baik mengenai pihak yang berperkara.
"Bahwa pihak yang berperkara adalah dua kubu pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres), yakni Megawati-Prabowo dan JK-Wiranto melawan KPU, bukan melawan pasangan SBY-Boediono," katanya.
Sebagai pihak yang terkait, demikian doktor ilmu hukum ini, mereka (kubu SBY) dibolehkan masuk pada acara persidangan di MK untuk ikut sesuai dengan kepentingan keterkaitannya saja.
"Dan hal yang lebih penting adalah jangan melakukan pernilaian- pernilaian buruk terhadap hak konstitusi untuk memperjuangkan demokrasi berdasarkan hukum dan keadilan, Jurdil, beradab dan bermartabat," kata Gayus Lumbuun lagi.
"Seyogianya, kubu SBY-Boediono tidak perlu berkomentar atau bersikap apa pun bahwa Keputusan MK akan sama dengan KPU, karena hal ini akan menimbulkan dugaan telah terjadi pengaturan putusan dengan MK," katanya kepada ANTARA.
Anggota Komisi III (bidang Hukum, HAM dan Perundang-undangan) DPR RI ini juga mengkritisi kubu SBY-Boediono, antara lain seperti dinyatakan secara terbuka melalui pers oleh Ketua DPP Partai Demokrat, Anas Urbaningrum, yang mengatakan seolah-olah upaya mengajukan gugatan (oleh Tim Megawati-Prabowo) ke MK terlalu mengada-ada.
"Malah dibilang ini (gugatan ke MK) itu mengada-ada dan dicari- cari bahkan tidak kuat, karena mengajukan gugatan ke MK sebagai bentuk Permohonan Pembatalan Keputusan KPU tentang Hasil Rekapitulasi Perhitungan Suara Pemilu Presiden (Pilpres)," kata Gayus Lumbuun.
Semua pernyataan dan sikap kubu SBY ini, menurut dia, mengesankan perilaku yang malah memperkeruh situasi.
"Biarkan kami melakukan upaya yang memang realitas di lapangan terjadi begitu, yakni ada pelanggaran-pelanggaran dan penyimpangan- penyimpangan yang terjadi secara masif dan sistemik di sejumlah besar provinsi, minimal 25 provinsi dari 33 provinsi di Indonesia," katanya.
Gayus Lumbuun lalu membeberkan dugaan pelanggaran dan penyimpangan dalam pilpres, yaitu penambahan suara sebesar 28.658.634 atau hampir 29 juta jiwa.
"Ini kami temukan di lapangan, yakni hampir 29 juta suara secara tidak sah ditambahkan ke pasangan SBY-Boediono. Tentu kami memiliki bukti-bukti yang kuat dan sempurna menurut hukum," katanya.
Karena itu, menurut dia, kubu SBY sebelum mengeluarkan pernyataan atau bersikap, harus memahami dengan baik mengenai pihak yang berperkara.
"Bahwa pihak yang berperkara adalah dua kubu pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres), yakni Megawati-Prabowo dan JK-Wiranto melawan KPU, bukan melawan pasangan SBY-Boediono," katanya.
Sebagai pihak yang terkait, demikian doktor ilmu hukum ini, mereka (kubu SBY) dibolehkan masuk pada acara persidangan di MK untuk ikut sesuai dengan kepentingan keterkaitannya saja.
"Dan hal yang lebih penting adalah jangan melakukan pernilaian- pernilaian buruk terhadap hak konstitusi untuk memperjuangkan demokrasi berdasarkan hukum dan keadilan, Jurdil, beradab dan bermartabat," kata Gayus Lumbuun lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar