Teror bom yang ditebarkan oleh orang-orang yang berlawanan dengan pandangan demokrasi tidak akan mampu mengubah keadaan seperti yang dinginkan karena perbuatan tersebut adalah sebuah kesia-siaan, kata seorang budayawan.
"Terorisme dan fanatisme yang dilakukan dengan menebar teror bom pada akhirnya akan sia-sia," kata Goenawan Mohammad, ketika menjadi pembicara pada acara seminar kebudayaan, di Mataram, Selasa.
Kegiatan seminar kebudayaan yang bertemakan "Menengok Ulang Multikulturalisme dalam Konteks Indonesia" itu juga menghadirkan sejumlah budayawan nasional lainnya seperti Putu Wijaya, Abdul Moqsith Ghazali, KH Maman Imanulhaq Faqieh dan Yayah Khisbiyah.
Menurut Goenawan, para pelaku bom bunuh diri adalah orang-orang yang percaya bahwa mereka memegang sebuah kebenaran yang absolut.
Mereka percaya bahwa tindakannya adalah pilihan final menuju surga dengan memusuhi apa yang mereka sebut sebagai "Amerika", "Barat", kehidupan sekuler dan demokrasi, namun semua itu tidak juga binasa hanya dengan teror bom.
"Yang mereka kehendaki tak bisa dirunding dan ditunda lagi, yang tidak bersama mereka, berarti musuh mereka dan harus dihancurkan," ujarnya.
Ia mengatakan, sejarah abad ke-20 memberi pelajaran bahwa perubahan ke arah pembebasan manusia terjadi bukan karena terorisme, melainkan revolusi atau proses pergantian secara demokratis.
"Artinya kedua-duanya membutuhkan sebuah kerja untuk memobilisasi dukungan orang banyak, dengan cara memberikan tujuan yang dapat menggerakkan legitimasi," ujarnya.
"Terorisme dan fanatisme yang dilakukan dengan menebar teror bom pada akhirnya akan sia-sia," kata Goenawan Mohammad, ketika menjadi pembicara pada acara seminar kebudayaan, di Mataram, Selasa.
Kegiatan seminar kebudayaan yang bertemakan "Menengok Ulang Multikulturalisme dalam Konteks Indonesia" itu juga menghadirkan sejumlah budayawan nasional lainnya seperti Putu Wijaya, Abdul Moqsith Ghazali, KH Maman Imanulhaq Faqieh dan Yayah Khisbiyah.
Menurut Goenawan, para pelaku bom bunuh diri adalah orang-orang yang percaya bahwa mereka memegang sebuah kebenaran yang absolut.
Mereka percaya bahwa tindakannya adalah pilihan final menuju surga dengan memusuhi apa yang mereka sebut sebagai "Amerika", "Barat", kehidupan sekuler dan demokrasi, namun semua itu tidak juga binasa hanya dengan teror bom.
"Yang mereka kehendaki tak bisa dirunding dan ditunda lagi, yang tidak bersama mereka, berarti musuh mereka dan harus dihancurkan," ujarnya.
Ia mengatakan, sejarah abad ke-20 memberi pelajaran bahwa perubahan ke arah pembebasan manusia terjadi bukan karena terorisme, melainkan revolusi atau proses pergantian secara demokratis.
"Artinya kedua-duanya membutuhkan sebuah kerja untuk memobilisasi dukungan orang banyak, dengan cara memberikan tujuan yang dapat menggerakkan legitimasi," ujarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar