Jumat, Mei 15, 2009

PDIP Tantang Aliran Dana Kampanye Megawati Dibuktikan


Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan meminta agar tuduhan adanya aliran dana dari PT Rajawali Nusantara Indonesia ke tim kampanye Megawati Soekarnoputri dibuktikan. ”Kalau ada yang bicara seperti itu, mohon dibuktikan,” kata Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Pramono Anung sebelum pertemuan dengan petinggi PDIP lainnya di kediaman Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri.

Dua hari yang lalu terdakwa kasus dugaan korupsi impor gula putih di PT RNI, Ranendra Dangin, mempertanyakan pencatatan keuangan dalam pembukuan PT RNI pada 2004. Pertanyaan itu diajukan kepada Agustina Arumsari saat bersaksi sebagai ahli dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Ranendra, selaku Direktur Keuangan RNI, menyebutkan adanya dana sebesar Rp 500 juta sebagai bantuan kampanye kepada Megawati Soekarnoputri. ”Apakah Saudara tahu ada pengeluaran Rp 500 juta untuk bantuan kampanye Megawati di Yogyakarta?” ujar Ranendra di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.

Menurut Ainuddin, pengacara Ranendra Dangin, apabila uang Rp 500 juta itu tercatat dalam pembukuan RNI pada 2004, seharusnya ahli sebagai auditor dari BPKP bisa ikut memperhitungkan pengeluaran tersebut sebagai kerugian negara. ”Tapi ini ada di pembukuan RNI tahun 2004," ujar Ainuddin.

Pramono menegaskan, tidak pernah ada aliran dana itu. Dia menyatakan sebagai salah seorang yang mengurusinya, termasuk keuangan partai. ”Kalau ada, mohon dibuktikan karena laporan keuangan PDIP dan Megawati yang berkaitan dengan pemilihan presiden telah diaudit," ujarnya.

Ketua DPP PDIP Tjahjo Kumolo meminta agar kasus tersebut diungkap sejelas-jelasnya di pengadilan. ”Harus dijelaskan uang itu dari mana, untuk siapa, dan lain-lain," ujarnya. Menurut Tjahjo, tuduhan itu awalnya adalah pengakuan yang seharusnya bisa terus berkembang. ”Jadi, serahkan saja kepada pengadilan," ujarnya. (tmp)

Senin, Mei 11, 2009

Pemburu Koruptor Masih Kejar 14 Buronan

Tim Terpadu Pencari Terpidana dan Tersangka Perkara Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), masih memburu 14 orang target atau buronan yang belum tertangkap.

"Sampai saat ini terdapat 14 orang target yang belum tertangkap," kata Ketua Tim Terpadu Pencari Terpidana dan Tersangka Perkara Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang juga menjabat Wakil Jaksa Agung Muchtar Arifin dalam acara Rapat Dengar Pendapat (RDP) Kejaksaan dengan Komisi III DPR RI, di Jakarta, Senin.

Dikatakan, semula target tim adalah menangkap 20 orang buronan, yakni, sembilan terpidana dan 11 orang tersangka.

Namun, kata dia, dari 20 orang tersebut sebanyak empat orang terpidana dan satu orang tersangka berhasil ditangkap, serta satu orang terpidana meninggal, yakni, Chaerudin.

"Keempat orang terpidana yang ditangkap, yakni, Adrian Kiki Ariawan, David Nusa Wijaya, dan Darmono K Lawi, Tabrani Ismail, sedangkan satu tersangka, yakni, Jeffry Baso," katanya.

Terkait upaya ekstradisi buronan koruptor, Adrian Kiki Ariawan yang ditangkap oleh Australian Federal Police pada 28 November 2008, Kedutaan Besar (Kedubes) Australia menginformasikan bahwa proses ekstradisi akan memakan waktu cukup panjang.

"Bahkan sampai beberapa tahun sampai terciptanya keputusan final, apabila yang bersangkutan memanfaatkan semua haknya untuk banding ke pengadilan federal dan ke pengadilan tinggi di Australia," katanya.

Namun, kata dia, pemerintah Australia tetap akan memfasilitasi dan mempercepat langkah-langkah ekstradisi dengan mengedepankan perjanjian ekstradisi yang sudah ada antara Indonesia dan Australia.

Mengenai aset yang mungkin dimiliki oleh Adrian Kiki Ariawan di Australia, ia mengatakan pihak Indonesia berkeinginan agar dibuka kesempatan untuk mendiskusikan kemungkinan perampasan aset tersebut melalui mekanisme MLA (Mutual Legal Assistance).

"Namun sesuai dengan hukum Australia, pelacakan terhadap aset tersebut hanya bisa dilakukan untuk enam tahun ke belakang, sehingga untuk kasus Adrian Kiki Ariawan, hal tersebut telah melampaui masa kadaluarsa," katanya. (Ant)

KPU Siap Jelaskan Soal Penghitungan Perolehan Kursi

Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Andi Nurpati mengatakan pihaknya siap menjelaskan pada partai politik soal tata cara penghitungan perolehan kursi di DPR agar tidak terjadi salah persepsi.

Hal ini disampaikan Andi, di Jakarta, Senin, menanggapi adanya perbedaan pengertian tentang cara pembagian kursi, utamanya penghitungan dan pembagian kursi di tahap ketiga yaitu di tingkat provinsi.

Menurut Andi, jika masih ada sisa kursi setelah penghitungan tahap kedua, maka sisa suara di daerah pemilihan (dapil) tersebut ditarik ke provinsi. Dan penghitungan di tingkat provinsi hanya melibatkan dapil yang masih ada sisa kursi saja.

"Jadi logikanya, sisa suara ditarik ke provinsi karena masih ada sisa kursi di suatu dapil. Di Undang-Undang 10/2008 tentang pemilu legislatif mengatakan jika masih ada sisa kursi maka ditarik ke provinsi, kalau tidak ada sisa kursi di dapil itu, maka untuk apa ditarik ke provinsi," katanya.

Partai yang diikutkan dalam perhitungan suara di DPR adalah yang memperoleh minimal 2,5 persen suara sah secara nasional, atau dikenal dengan istilah "parliamentary threshold" (PT).

Dari hasil penghitungan seluruh suara sah yang diperoleh parpol yang lolos PT, ditetapkan angka bilangan pembagi pemilih (BPP) dengan cara membagi seluruh suara parpol yang lolos PT dengan jumlah kursi.

Selanjutnya dilakukan perolehan kursi tahap pertama yakni jumlah suara yang diperoleh parpol dibagi BPP.

Dalam hal masih terdapat sisa kursi, dilakukan penghitungan perolehan kursi tahap kedua dengan cara membagikan sisa kursi kepada parpol yang memperoleh suara sekurang-kurangnya 50 persen dari BPP DPR.

Undang-Undang 10/2008 pasal 205 ayat 4 menyebutkan apabila masih terdapat sisa kursi setelah dilakukan penghitungan tahap kedua, maka dilakukan penghitungan perolehan kursi tahap ketiga dengan cara seluruh sisa suara parpol dikumpulkan di provinsi untuk menentukan BPP DPR yang baru di provinsi yang bersangkutan.

Pasal ini diartikan oleh parpol, seluruh sisa suara yang ada di semua dapil di provinsi tersebut, baik di dapil yang masih ada sisa kursi maupun telah habis, dihitung untuk mendapatkan BPP baru.

Namun, Andi mengatakan pengartian tersebut tidak tepat. Dapil yang diikutkan dalam penghitungan tahap ketiga hanya dapil yang masih menyisakan kursi saja. Sementara dapil yang kursinya telah habis terbagi, meskipun masih ada sisa suara tidak diikutkan dalam penghitungan tahap ketiga.

"Begitu ada sisa kursi dan sisa suara, itu yang ditarik ke provinsi," katanya.

Sebelumnya, sejumlah saksi parpol mempertanyakan tentang cara penghitungan kursi DPR. KPU dituntut untuk transparan tentang cara penghitungan dan pembagian kursi di setiap daerah pemilihan.

Menurut Andi, KPU akan menjelaskan pada parpol mengenai pembagian kursi ini, termasuk menyamakan persepsi tentang pembagian kursi di tahap ketiga dan rincian perolehan kursi setiap dapil.

"Kita nanti akan menyampaikan dimana posisi (kursi), setiap parpol pasti akan diberitahu," katanya. (Ant)

Minggu, Mei 10, 2009

Janda Pahlawan Revolusi, Marieke Pandjaitan Berpulang

Marieke Pandjaitan, istri pahlawan revolusi DI Pandjaitan tutup usia dalam usia 83 tahun.


Marieke Pandjaitan meninggal dengan tenang ketika menghabiskan waktu di luar kota. "Ibu meninggal ketika sedang ke Sukabumi," ujar putra keempat almarhumah Hotmangaradja.

Marieke Pandjaitan lahir di Porsea, Sumatra Utara dengan nama Marieke Tambunan. Ia menikah dengan DI Pandjaitan di saat revolusi bersenjata di tahun 1946.

Almarhumah ditinggalkan oleh Brigjen (Purn) DI Pandjaitan ketika berusia 36 tahun. Ia pun lalu mendidik sendiri enam orang anak hasil pernikahannya. Hingga kini almarhumah meninggalkan 5 orang anak dan enam cucu.

Hotmangaradja menyatakan sepeninggal ayahnya dalam tragedi G 30 S/PKI ibunya berkonsentrasi pada pendidikan putra-putrinya. Ia mengaku mengagumi ibunya dalam mendidik saudara-saudaranya. "Empat saudara saya didorong terus untuk melanjutkan studi di luar negeri," ungkapnya.

Jenazah almarhumah sempat disemayamkan di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Subroto, Jakarta sebelum dibawa ke rumah duka di Jalan Hasanudin No 53 Kebayoran Lama Jakarta. Hingga sore hari, keluarga besar belum menentukan tempat pemakaman bagi Almarhum.

DI Pandjaitan sendiri merupakan salah satu pahlawan revolusi yang diculik oleh PKI pada saat G 30/ S PKI tahun 1965. Ia diculik di rumahnya dan di bawa ke Lubang Buaya Jakarta.

Sumber: depdagri.go.id