Rabu, Februari 10, 2010

KPK Periksa Direktur Bantuan Sosial Kemsos

Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Direktur Bantuan Sosial, Kementerian Sosial, Teguh Haryono dalam kasus dugaan korupsi pengadaan mesin jahit dan impor sapi di Departemen Sosial pada 2004 dan 2007.

"Yang bersangkutan dimintai keterangan sebagai saksi," kata Juru Bicara KPK, Johan Budi di Jakarta.

Menurut Johan, Teguh memenuhi panggilan KPK untuk menjalani pemeriksaan. Namun, Johan tidak bersedia menjelaskan substansi pemeriksaan.

Dalam kasus yang sama, KPK juga memanggil Sekretaris Direktorat Jenderal Bantuan Jaminan Sosial, Purnomo Sidik. Namun, sampai berita ini diturunkan, belum ada keterangan resmi tentang kedatangan Purnomo.

KPK telah menetapkan mantan Menteri Sosial, Bachtiar Chamsyah sebagai tersangka kasus tersebut.

Bachtiar diduga mengetahui proses pengadaan mesin jahit dan impor sapi yang awalnya akan disalurkan kepada fakir miskin. KPK menganggap telah terjadi penunjukan rekanan secara langsung dan penggelembungan harga dalam proyek itu, sehingga mengakibatkan kerugian negara.

Perhitungan awal menunjukkan kasus pengadaan mesin jahit pada 2004 senilai Rp51 miliar itu telah merugikan negara sekira Rp24 miliar. Sedangkan proyek impor sapi senilai Rp19 miliar diduga merugikan negara sekira Rp3,6 miliar.

Tim penyidik KPK menjerat Bachtiar dengan pasal 2 ayat (1) dan atau pasal 3 dan atau pasal 11 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) kesatu KUHP.

KPK mulai menyelidiki kasus impor sapi sejak 2007 dan meningkatkannya ke tahap penyidikan pada awal 2009. Meski sudah masuk penyidikan, KPK tidak segera mengumumkan tersangka kasus itu.

Kasus impor sapi terjadi pada 2004, saat Departemen Sosial dipimpin oleh Bachtiar Chamsyah.

Pada 2007, Komisi Pemberantasan Korupsi gencar menertibkan rekening liar di Departemen Sosial. Rekening tersebut awalnya diduga untuk membiayai proyek pengadaan sapi, mesin jahit, dan sarung di departemen tersebut.

Audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada 2005 juga menyimpulkan adanya beberapa dugaan penyimpangan, termasuk pada proyek pengadaan sapi dan mesin jahit.

Sumber informasi menyebutkan, proyek impor sapi dilakukan melalui penunjukan rekanan secara langsung oleh Direktorat Jenderal Bantuan Jaminan Sosial Departemen Sosial yang saat itu dipimpin oleh Amrun Daulay, melalui surat usulan nomor 48 D/BP-BSFM/IX/2004.

Alhasil, Departemen Sosial menggandeng sebuah perusahaan sebagai rekanan. Perusahaan itu bertugas mengimpor 2.800 ekor sapi Steer Brahman Cross dari Australia.

Ketika proyek berjalan, perusahaan itu diduga menjual sejumlah ekor sapi. Pada akhirnya, perusahaan itu tidak mampu menyetor 900 ekor sapi.

Namun, kekurangan itu diduga disembunyikan dan seolah-olah proyek berjalan sesuai rencana. Sejumlah sumber informasi menyatakan, pemilik perusahaan itu diduga mendapat bantuan dari pengusaha lain untuk menutup kekurangan sapi tersebut.

Share/Save/Bookmark

KPK Tahan Mantan Kadishut Riau

Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan mantan Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Riau Asral Rachman dalam kasus dugaan korupsi penerbitan izin usaha pengelolaan hasil hutan.

Asral dimasukkan ke mobil tahanan KPK, Rabu, sekitar pukul 16.40 WIB, didampingi sejumlah petugas KPK. Asral memasuki mobil tahanan tanpa banyak memberikan keterangan kepada wartawan.

"Saya rasa tidak ada yang perlu dikomentari," katanya berulang kali.

Juru Bicara KPK, Johan Budi mengatakan Asral diduga melakukan tindak pidana korupsi seperti diatur Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

"Yang bersangkutan ditahan di rumah tahanan Cipinang," kata Johan.

Asral telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus itu menyusul hasil pengembangan penyidikan KPK dalam kasus yang menjerat mantan Bupati Pelalawan, Riau, Tengku Azmun Jaafar.

Asral diduga terlibat dalam penilaian dan pensahan Rencana Kerja Tahunan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman (IUPHHK-HT) di areal kehutanan Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau, sejak 2001 sampai 2006.

Izin usaha itu diterbitkan dengan cara yang bertentangan dengan aturan yang ada, dan kemudian izin usaha itu diberikan ke sejumlah perusahaan sehingga negara dirugikan.

KPK juga menetapkan dua mantan Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Riau sebagai tersangka, namun keduanya belum ditahan. Kedua orang itu adalah Syuhada Tasman dan Baharuddin Husin.


Share/Save/Bookmark

Jika Antasari Bebas, Jaksa Kasasi ke MA

Cirrus Sinaga, Koordinator Jaksa Penuntut Umum (JPU) kasus pembunuhan Direktur PT Rajawali Putra Banjaran dengan terdakwa Antasari Azhar, menyatakan akan mengajukan kasasi begitu majelis hakim memvonis bebas terdakwa.

"Kami siap dengan segala keputusan majelis hakim dan jika memberikan vonis bebas terhadap terdakwa, maka kami akan langsung ajukan kasasi," katanya di sela pelatihan satuan khusus tindak pidana korupsi di Semarang, Rabu.

Ia bahkan akan melayangkan kasasi ini langsung ke Mahkamah Agung, tanpa lebih dulu melalui proses banding di Pengadilan Tinggi.

Cirrus mengatakan akan menerima putusan majelis hakim kalau vonis yang dijatuhkan tersebut sesuai tuntutan yang didakwakan kepada terdakwa, yakni hukuman mati.

"Kalau vonis yang akan dibacakan pada sidang selanjutnya lebih rendah dari tuntutan kami, maka akan mengajukan kasasi ke Pengadilan Tinggi, sedangkan jika vonis sudah sesuai dengan tuntutan, maka jaksa akan menerimanya," tegasnya.

Ia menambahkan, sesuai aturan yang berlaku, pengajuan kasasi dapat dilakukan hingga 15 hari setelah vonis dibacakan dan JPU akan memanfaatkan waktu tersebut.

Mengenai pernyataan pihak terdakwa yang menganggap tuduhan JPU hanya didasarkan pada asumsi dan meminta penyelidikan lebih mendalam dalam kasus pembunuhan ini, Cirrus menegaskan jaksa telah memenuhi semua prosedur hukum yang berlaku.

Cirrus menolak anggapan bahwa dakwaan dan tuntutan JPU kepada terdakwa bersifat imajinatif karena dakwaan dan tuntutan terhadap terdakwa sudah tepat.

"Hal ini mengenai perundang-undangan dan hukum harus ditegakkan termasuk pemberian vonis hukuman mati agar ada kepatuhan hukum," katanya.

Share/Save/Bookmark

BUMN Simpan Rp412 Miliar di Bank Century

Beberapa BUMN diketahui menyimpan dana di Bank Century hingga Rp412 miliar meskipun pemerintah sebelumnya telah mengimbau pimpinan BUMN agar menyimpan dana usaha di bank pemerintah untuk memperkuat struktur perekonomian dan posisi keuangan negara, demikian anggota Pansus Century Hendrawan Sutikno di DPR.

Saat menghadirkan Dirut Jamsostek Hotbonar Sinaga, Dirut Bank Mutiara Maryono dan Komisaris Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Firdaus Djaelani, Hendrawan menyatakan, berdasarkan data yang dimilikinya, sekitar 120 miliar dari Rp412 miliar dana BUMN di Bank Century, adalah milik PT Jamsostek.

Hendrawan mengemukakan, selama ini Bank Century dikenal sebagai bank tempat cuci uang, namun justru sejumlah BUMN menaruh uangnya di bank tersebut.

"Angkanya memang besar, meski tidak sangat besar, sekitar Rp412 miliar. Mengapa dana BUMN ditaruh di situ, ada apa?" tanya politisi PDIP ini.

Hendrawan mengemukakan, selain dikenal sebagai bank tempat mencuci uang, Bank Century juga dikenal di kalangan bisnis sebagai bank yang pengelolaannya kurang pruden (kurang hati-hati).

Manajemennya terlalu berani mengambil langkah membahayakan, yaitu menggunakan uang nasabah untuk diputar lagi melalui kegiatan bisnis yang sifatnya spekulatif.

"Manajemen Bank Century dikenal suka spekulatif. Jadi patut dipertanyakan kalau kemudian BUMN menyimpan dananya di bank ini," katanya.

Hendrawan juga mempertanyakan alasan beberapa BUMN menyimpan dana di Bank Century, padahal Menteri BUMN sudah mengimbau dana BUMN disimpan di bank pemerintah untuk memperkuat posisi keuangan negara.

Dirut Jamsostek Hotbonar Sinaga mengakui sebagian dana Jamsostek disimpan di Bank Century, sebelum bank ini dinyatakan sebagai bank gagal.

Keputusan menyimpan dana di bank hasil merger Bank CIC, Bank Danpac dan Pico itu ditmepuh karena sebelumnya Jamsostek telah menyimpan dana di Bank CIC sejak 2004.

Pada 2007, direksi Jamsostek menerima hasil analisis risiko yang menyebutkan bahwa Bank Century sehat sehingga Jamsostek mempertahankan dananya di Bank Century.

Namun pada November 2008, direksi Jamsostek mendengar kondisi Bank Century sebagai bank gagal sehingga Jamsostek menarik depositonya di bank itu.


Share/Save/Bookmark

Sidang Penghinaan Lewat Facebook Kembali Ditunda

Sidang kasus hinaan melalui situs jejaring sosial Facebook dengan terdakwa Nurarafah alias Farah (18) ditunda karena majelis hakim belum siap menjatuhkan vonis.

"Sidang ditunda karena berkasnya masih saya pelajari dan ini menyangkut masa depan seorang anak, saya belum siap untuk menjatuhkan vonis," ujar hakim tunggal Ekova Rahayu Avianti di Pengadilan Negeri Bogor.

Sidang dengan agenda pembacaan vonis tersebut berlangsung kurang dari 30 menit di ruang sidang Pamoyanan, dihadiri JPU Yusi D Diana dan Farah yang ditemani pacarnya Ujang.

Farah menanggapi santai penundaan sidang yang merupakan penundaan ketiga kalinya itu. "Mau bagaimana lagi, saya ikuti saja."

Farah dilaporkan Felly Fandini Julistin Karnories (18) karena telah menghinanya melalui Facebook.

Farah dituntut Jaksa Penuntut Umum (JPU) Yusi D. Diana pada sidang yang digelar di Pengadilan Negeri, Bogor, Senin lalu (25/1), lima bulan penjara dengan masa percobaan selama 10 bulan.

Jaksa tidak menggunakan Undang-undang (UU) ITE, tetapi hanya memakai Pasal 310 dan 311 KUHP yakni pencemaran nama baik dan fitnah.

Seharusnya sidang vonis Farah digelar dua minggu lalu, namun ayahanda hakim meninggal dunia sehingga sidang ditunda pada 9 Februari.

Untuk ketiga kalinya sidang digelar namun hakim belum juga bisa memvonis Farah karena perlu mempertimbangkan lebih matang lagi.

"Saya belum siap menjatuhkan vonis karena banyak hal dan ada beberapa berkas yang masih perlu saya pelajari. Saya tidak ingin gegabah karena ini menyangkut masa depan seorang anak," ujar Ekova.

Share/Save/Bookmark