Sabtu, Mei 09, 2009

Kongres Golput Diteruskan di Jakarta


Persaudaraan Golput (golongan putih) akan melanjutkan kongres di Jakarta meskipun kongres di Yogyakarta dibubarkan polisi dan tokohnya Sri Bintang Pamungkas ditahan sementara Jumat sore (8/5).

"Kami akan melanjutkan kongres di Jakarta, sekitar pekan depan dengan lebih terang-terangan," kata Sri Bintang Pamungkas, tokoh Persaudaraan Golput dalam pernyataan pers yang disampaikan di Lembaga Bantuan Hukum Yogyakarta (LBHY).

Menurut dia, persaudaraan golput tidak akan terpengaruh oleh penangkapan dirinya saat mengadakan kongres di Yogyakarta.

Setelah sempat ditahan untuk dimintai keterangan oleh Poltabes Yogyakarta selama kurang lebih 4,5 jam, Sri Bintang kemudian dilepaskan.

Ia disodori empat pertanyaan, antara lain maksud pemilu alternatif dan Indonesia baru, namun Sri Bintang menegaskan tidak bersedia menjawab kedua pertanyaan itu.

"Malam itu juga (Jumat malam), kami tetap melanjutkan kongres dalam suasana informal di hotel lain yang berada di depan hotel lama, dan pagi tadi sekitar pukul tujuh, polisi kembali mencoba menghentikan kongres," ujarnya.

Sri Bintang mengecam tindakan yang dilakukan oleh polisi saat menghentikan kongres dan membawanya ke kepolisian untuk dimintai keterangan. Sri Bintang juga menyatakan, polisi telah menggeledah kamar para peserta kongres.

Ia menyatakan Persaudaraan Golput terbentuk sejak 2003 atau menjelang pemilihan umum (pemilu) 2004 karena khawatir pemilu tidak dapat dilaksanakan secara benar.

Sementara itu, Direktur LBHY Irsyad Thamrin menyatakan akan membawa insiden penahanan Sri Bintang Pamungkas tersebut ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (HAM) karena hak mengeluarkan pendapat telah dihambat polisi.

"Kami juga akan melayangkan surat protes ke kapolri karena tindakan penahanan itu sama artinya mengenai kebebasan masyarakat mengeluarkan pendapat," katanya. (Ant)

PBHI: Penangkapan Sri Bintang Melanggar HAM

Pembubaran paksa acara Kongres Nasional Persaudaraan Golongan Putih (Golput) se-Indonesia yang berlangsung di Hotel Satya Graha Umbulharjo, Yogyakarta, Jumat (8/5) kemarin, menuai berbagai kecaman. Insiden yang berimbas pada penangkapan sejumlah aktivis dan penyelenggara kegiatan, Sri Bintang Pamungkas, ini dinilai sebagai pelanggaran HAM.

"Yang terjadi di Jogja itu adalah pelanggaran HAM. Penangkapan Sri Bintang Pamungkas itu berlebihan," kata Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Jakarta, Hendrik Sirait, di sela jumpa pers di kantor Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Jakarta.

Sebelumnya, Kongres tersebut dibubarkan karena dinilai tidak memiliki izin dari kepolisian, baik dari Poltabes Yogyakarta maupun Mabes Polri.

Menanggapi hal ini, Hendrik mengatakan, berdasarkan UU No 9 Tahun 1998 tentang Tindakan Mengekpresikan Pendapat menyatakan bahwa kegiatan demonstrasi dan unjuk rasa tidak memerlukan izin. "Dalam undang-undang tersebut menyatakan hanya perlu melakukan pemberitahuan. Itu kalau polisinya bilang harus ada izin, mungkin dia aparat Orde Baru atau tidak tahu undang-undang," tuturnya.

Hal senada disampaikan Aktivis 98, Safiq Alik LH. Menurutnya, pascareformasi kegiatan unjuk rasa hanya perlu melakukan pemberitahuan kepada aparat. "Tidak ada aturan bahwa acara-acara yang berkumpul itu harus izin. Zaman Suharto memang harus izin. Tetapi ketika reformasi, cukup dengan surat pemberitahuan," ujarnya. (kom)

Jumat, Mei 08, 2009

Dugaan Korupsi Depkumham

Yusril dan Hartono Tanoe akan Bersaksi

Marwan mengatakan,"Masih kita lihat perkembangan. Sementara status mereka saksi."

Mantan Menteri Kehakiman dan HAM Yusril Ihza Mahendra dan pengusaha Hartono Tanoesudibjo akan bersaksi di sidang perkara dugaan korupsi biaya akses sistim administrasi badan hukum atau sisminbakum.

"Mereka masuk dalam daftar saksi," kata Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejaksaan Agung Marwan Effendy.

Dalam kasus ini, Kejaksaan telah menyeret dua mantan Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum ke pengadilan, yakni Syamsudin Manan Sinaga dan Romli Atmasasmita.

Di dakwaan Romli, Jaksa menilai Yusril dan Hartono ikut dalam permufakatan jahat dalam kasus itu. Saat ditanya soal perkembangan status keduanya, Marwan mengatakan kejaksaan masih melihat perkembangan. "Sementara status mereka saksi. Saya tidak berani bicara lebih."

Kejaksaan menduga ada kerugian negara sebesar Rp 410 miliar dalam kasus pungutan biaya sisminbakum. Dana itu dihitung dari uang masyarakat yang ditarik namun tidak diserahkan ke negara. (VN)

Rabu, Mei 06, 2009

SBY Capres Paling Pusing












Umar S.Bakry

Menjadi pemenang pemilu legislatif ternyata tidak menguntungkan posisi SBY. Sebab saat ini capres Partai Demokrat itu dipusingkan harus memilih siapa pendampingnya di antara mitra koalisinya.

"SBY itu capres paling pusing sekarang ini. Suara paling besar justru paling sulit menentukan cawapres," cetus Direktur Eksekutif Lembaga Survei Nusantara (LSN), Umar S Bakry dalam perbincangannya dengan wartawan.

Menurut Umar, Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat itu harus dapat memberikan keadilan bagi parpol-parpol yang berkoalisi dengannya. Sebab jika salah, bukan tidak mungkin salah satu mitra koalisinya akan keluar membentuk koalisi baru atau bergabung dengan koalisi yg sudah ada.

"Pilihan sulit bagi SBY, bagaikan makan buah simalakama. Hatta salah, Boediono salah. Kalau diambil salah satu tokoh yang berkoalisi akan timbul kecemburuan," jelas kandidat doktor di University Sains Malaysia (USM), Penang ini.

PKS, partai yang mendapatkan suara lebih besar dari PAN akan sangat kecewa jika SBY menjadikan Hatta Rajasa sebagai cawapresnya. Dan sangat mungkin bergabung dengan Partai Gerindra. Apalagi, SBY berkeinginan jangan sampai Prabowo Subianto menjadi capres.

"Tatapi jika yang diambil PKS sangat mungkin PAN akan keluar. Karena bergabungnya PAN dijanjikan menjadi cawapres. Untuk keadilan dan tidak terlalu cemburu, saling iri, diambil tokoh non parpol," terang mantan peneliti Pusat Studi Demokrasi ini.

Jadi salah satu yang bisa dilakukan SBY untuk menghibur parpol yang kecewa, adalah jatah kursi menterinya ditambah. "Namun hal itu tidak mudah, sebab semua parpol yang berkoalisi dengan SBY pasang harga tinggi. PKB, PAN PKS, semua pasang harga tinggi," tandas Umar.

Menjadi pemenang pemilu legislatif ternyata tidak menguntungkan posisi SBY. Sebab saat ini capres Partai Demokrat itu dipusingkan harus memilih siapa pendampingnya di antara mitra koalisinya.

"SBY itu capres paling pusing sekarang ini. Suara paling besar justru paling sulit menentukan cawapres," cetus Direktur Eksekutif Lembaga Survei Nusantara (LSN), Umar S Bakry.

Selasa, Mei 05, 2009

Tangisan Sahabat Buat Antasari

Di mata sahabatnya, Antasari sosok yang santun dan religius.

Ida Husty Latief. Wanita paruh baya itu tak berhenti menangisi nasib Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi nonaktif, Antasari Azhar.

Ia tak percaya dengan kasus yang tengah menimpa Antasari. Di matanya, Antasari adalah sosok yang sangat religius dan baik. "Dia sahabat saya," kata Ida sambil terus sesenggukan.

Ida bersahabat dekat Antasari sejak sama-sama berkarier di kejaksaan. Ida juga seorang pegawai kejaksaan.

Mengenai dugaan motif asmara yang tengah menyeruak, Ida pun tak percaya. Selama ini ia mengenal Antasari sangat sopan dan menghormati perempuan. "It's imposible. Anak saya yang cantik saja tidak pernah digoda."

Tak heran jika Ida ikut terpukul dengan penahanan Antasari. Didampingi Juniver Girsang pengacara Antasari, ia pun berniat menjenguk sahabatnya di tahanan Direktorat Narkoba Kepolisian Daerah Metro Jaya.

Antasari Azhar ditahan usai menjalani pemeriksaan kepolisian kemarin. Antasari diduga sebagai otak pembunuhan Direktur Putra Rajawali Banjaran Nasrudin Zulkarnaen. Pembunuhan ini melibatkan banyak pelaku, salah satunya politisi sekaligus pengusaha Sigid Haryo Wibisono.

Nasrudin ditembak usai bermain golf di Padang Golf Modernland, Cikokol, Tangerang, sekitar pukul 14.00, Sabtu 14 Maret 2009. Ia ditembak di dekat mal Metropolis Town Square.

Mobil BMW silver miliknya tiba-tiba dipepet dua pria mengendarai sepeda motor. Salah seorang pengendara langsung memuntahkan dua peluru ke arah kepala Nasrudin yang duduk di kursi belakang.

Seketika, sopir korban langsung membawanya ke Rumah Sakit Mayapada Tangerang. Kondisi Nasrudin dinyatakan kritis. Rumah sakit itu pun tak mampu menanganinya dan merujuknya ke Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Subroto. Nasrudin meninggal 22 jam kemudian.

Senin, Mei 04, 2009

Antasari Azhar (Ketua KPK) Bicara










Antasari Azhar didampingi istri, Ida Laksmiwati, dan tim kuasa hukumnya memberikan keterangan kepada wartawan di kediamannya, Perumahan Giri Loka 2 Blok A11 Nomor 13, Lengkong Gudang Timur, Kecamatan Serpong, Kota Tangerang Selatan, Banten.

Wawancara dengan Ketua KPK, Antasari Azhar:


Setelah jumpa pers, Antasari bersedia menjawab beberapa wartawan, berikut petikannya.:

Seberapa kenal Anda dengan Nasrudin?

Pertama kali saya bertemu dengan Nasrudin, beberapa bulan setelah saya menjabat sebagai Ketua KPK, dia datang dan minta waktu. Karena bagi saya sebagai Ketua KPK, siapa pun, untuk masyarakat yang mau akses berkaitan dengan korupsi, saya harus terbuka. Dia datang ke saya,mengeluhkan masalah bahwa dia sudah mendapatkan SK dari Menteri BUMN yang ditandatangani oleh Sugiharto, tapi tak kunjung dilantik menjadi Direktur SDM PT PRB.Lalu dia minta bantuan saya. Selanjutnya, dia pun memberikan informasi kepada KPK,khususnya masalah kasus korupsi RNI.

Kasus apa itu?

Kasus PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI).Kebetulan, pada saat itu KPK sedang menangani kasus dugaan korupsi di RNI.Nah, beliau memberikan informasi terkait dugaan korupsi itu. KPK pun wajib melindungi pelapor selama pelapor itu tidak berbicara di luar. Dalam konteks ini, Nasrudin sifatnya hanya pelapor, bukan sebagai saksi.

Apakah Nasrudin rutin membeberkan informasi kepada KPK?

Sebenarnya tidak hanya informasi. Suatu ketika,beliau juga pernah datang membawa suatu proposal proyek yang ada di Kendari mengenai proyek pertambangan dan meminta bantuan kepada saya untuk memuluskan proyeknya.Pada saat itu, saya menolak. Karena saya sebagai Ketua KPK tidak boleh melakukan hal itu. Proyek itu sebenarnya wewenang PT Antam Tbk. Jadi yang bersangkutan minta tolong kepada saya untuk melobi ke Antam. Saya katakan kepada beliau (Nasrudin), mohon maaf bahwa ini tidak boleh. Jadi hanya sebatas itu perkenalan saya dengan beliau.

Pertemuan dengan Nasrudin apakah selalu di kantor?

Ya,selalu di kantor.Karena kan saya harus transparan. Jadi, hanya mengenal Nasrudin ya, sebatas masalah itu saja,tidak lebih.

Mengenai Sigit (Haryo Wibisono, pengusaha media yang ditangkap dalam kasus pembunuhan Nasrudin) seberapa kenal Anda dengannya?

Beliau ini (Sigit Haryo Wibisono) pernah memohon kepada KPK untuk melakukan kerja sama membuat rubrik khusus di salah satu media miliknya. Kebetulan beliau ini mempunyai perusahaan media. Sebenarnya kerja sama ini masih diproses oleh KPK. Saya tidak tahu keputusan akhirnya.

Apakah Anda melihat kasus ini ada yang mengaturnya?

Oh itu terlalu jauh. Saya besok (hari ini) baru dipanggil sebagai saksi. Janganlah kita mendahului proses hukum yang masih berjalan. Makanya, setelah kasus ini mencuat, saya memilih untuk diam. Saya menyampaikan maaf kepada wartawan bahwa selama ini saya tidak memberikan keterangan. Saya masih harus mencermati opini atau rumor yang berkembang belakangan ini,yang menurut saya sudah di luar konteks. Mengenai rumor atau pemberitaan yang beredar belakangan ini, itu sudah saya bantah bahwa itu tidak benar.

Terkait rumor di luar,mungkin Anda bisa jelaskan seberapa sering Anda bermain golf?

Kalau ada waktu saja. Tidak harus seminggu sekali, bisa sebulan sekali dan saya lebih sering bermain di lapangan golf Bumi Serpong Damai (BSD).

Selama Anda menjalani proses hukum, bagaimana penanganan kasus di KPK selanjutnya?

Proses penanganan korupsi tetap berjalan. Masih banyak kasus yang tengah KPK tangani. Terakhir, kelanjutan kasus BI. Selama saya menjalani masa cuti, kepemimpinan KPK dipegang secara kolektif oleh keempat wakil ketua.

Apa harapan Anda kepada jajaran KPK?

Saya minta kepada jajaran KPK agar tetap menjalankan fungsi melakukan pemberantasan korupsi. Kenapa? Karena jangan sampai nanti teman-teman KPK menjadi takut. Wah, nanti kalau kami gencar mengungkap korupsi, nanti kasusnya bisa seperti yang saya alami.Tetap saja laksanakan. Karena ketika kita diberi amanah, laksanakan amanah itu sebaikbaiknya.

Sebenarnya Anda belum ditetapkan sebagai tersangka hingga hari ini (kemarin). Tapi pihak kejaksaan telah menyatakan Anda sebagai tersangka?

Silakan tanya saja ke pihak kejaksaan. Untuk hal ini, saya no comment.

Antivirus Korupsi buat DPR Baru

KPK berencana memberikan kuliah kepada anggota DPR baru supaya mereka dapat terhindar atau menghindar dari praktik korupsi,kolusi,dan nepotisme yang sudah menjadi penyakit parah di lingkungan legislatif. Bentuk perkuliahan sebagaimana dikabarkan banyak media massa adalah dengan orientasi dan siraman pengetahuan mengenai tindak pidana korupsi kepada anggota Dewan hasil Pemilu Legislatif 2009. Pertama kali membaca usulan KPK itu,saya agak bingung dan kemudian bertanya-tanya.Salah satu yang muncul dalam benak pikiran adalah, apakah KPK sudah kehilangan cara untuk memberantas korupsi sehingga pendekatan yang diambil lagi-lagi dengan ceramah? Terus terang kepercayaan saya terhadap rencana ini sangatlah tipis.

Setali uang dengan pesimisme saya terhadap keberhasilan agenda deklarasi antikorupsi oleh seluruh partai politik peserta Pemilu 2009 yang telah diinisiasi KPK beberapa waktu lalu. Faktanya memang demikian. Tak lama setelah deklarasi,Abdul Hadi Djamal, anggota DPR yang juga caleg DPR dari Partai Amanat Nasional (PAN),dicokok KPK karena dugaan menerima suap dana stimulus. Buntutnya pun makin panjang karena pengakuannya dalam pemeriksaan KPK telah menyeret nama anggota DPR lain,sebut saja Rama Pratama (PKS) dan Jhonny Allen Marbun (Demokrat).

Terakhir, KPK juga memeriksa Enggartiasto Lukito (Golkar) dan Emir Moeis (PDI Perjuangan) sebagai saksi. Metode yang mengasumsikan ketidakpahaman sebagai faktor utama korupsi sudah lama menuai kritik, apalagi jika diharapkan dapat mengerem laju korupsi di DPR yang masuk dalam ranah state capture of corruption.

Hasil penelitian Anwar Shah dan Jeff Huther atas program antikorupsi dengan pendekatan cost-benefit analysis menunjukkan adanya fakta empiris bahwa kegiatan yang berkaitan dengan seminar untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran antikorupsi bagi kalangan pejabat negara/ birokrasi tidak memberikan banyak pengaruh. Alasannya sederhana bahwa pejabat negara pada dasarnya sudah memahami hakikat dari tindak pidana korupsi.

Masalahnya dalam situasi di mana keadaan governance sebuah negara sangat buruk,kemauan dan kemampuan untuk memberantas korupsi menjadi hilang (World Bank,2000). Saya khawatir pendekatan KPK yang serbaapa adanya ini merefleksikan dua hal. Pertama, rasa frustrasi kalangan internal KPK dengan berbagai macam program antikorupsi yang masih membuka peluang besar bagi terjadinya korupsi di berbagai level dan tempat. Kedua, tiadanya landasan berpikir yang cukup kuat untuk mendesain sebuah agenda dan strategi dalam pemberantasan korupsi.

Sudah dapat diterka kegagalan demi kegagalan akan kita temui setiap kali agenda pemberantasan korupsi hanya menyentuh wilayah permukaan, bukan pada jantung persoalannya.Apalagi jika hanya ingin mengisi kegiatan pemberantasan korupsi dengan agenda seremonial belaka. Sebenarnya dari sisi output, sepak terjang KPK telah memetik hasil meski tidak terlalu mengubah posisi Indonesia secara global,yakni naiknya indeks persepsi korupsi (IPK) Indonesia pada 2008 menjadi 2,6 poin dari tahun sebelumnya 2,3.

Namun perlu diingat bahwa yang dinilai sebagai keberhasilan pemberantasan korupsi oleh KPK adalah penegakan hukumnya, bukan yang lain-lain,apalagi yang terkesan basa-basi seperti deklarasi, komitmen antikorupsi pejabat publik, seminar antikorupsi, ceramah antikorupsi. Ini berarti pendekatan penegakan hukum perlu dipertahankan dan ditingkatkan, terutama pada sisi profesionalitas para penyidik KPK,sehingga mereka dapat membongkar dan menginvestigasi berbagai macam kasus korupsi yang kian rumit dan canggih.

Karena tipologi korupsi di DPR bukanlah disebabkan miskinnya pengetahuan (baca: kebodohan), tetapi dipengaruhi faktor-faktor yang lebih kompleks, pemberantasan korupsi di DPR tidak dapat dilakukan dengan memberikan pengetahuan. Malah gagasan ini sangat kontradiktif jika dikaitkan dengan korupsi sebagai kejahatan white collar crime(kejahatan kerah putih). Korupsi anggota parlemen yang bak cendawan di musim hujan merupakan bagian dari persoalan relasi kuasa,baik antara kelompok bisnis dan politik-birokrasi maupun masyarakat.

Ketidakseimbangan antarberbagai aktor tersebut (lack of checks and balances) telah melahirkan budaya politik yang penuh dengan suap.Kebutuhan akan biaya politik yang tinggi dan hasrat untuk mempertahankan kekuasaan kian mendorong terjadinya perselingkuhan yang keji antara kelompok bisnis dan politik- birokrasi. Proteksi bisnis, kebijakan publik yang menguntungkan secara sepihak, dan alokasi sumber daya publik yang diarahkan untuk menciptakan hubungan simbiosis mutualisme antaraktor bisnis dan politik-birokrasi semakin menjadijadi tatkala aturan mengenai pengawasan internal anggota DPR sebagai perumus kebijakan publik, kode etik, dan konflik kepentingan tidak ditata dengan baik.

Demikian halnya jika sebuah sistem pemilu tidak ditunjang oleh mekanisme transparansi dan pertanggungjawaban dana politik (kampanye) yang kokoh.Situasi ini sangat tidak menguntungkan masyarakat sipil dan media karena sebagai aktor governance yang memiliki peran melakukan kontrol atas jalannya kekuasaan,dukungan politik untuk memperkuat posisi mereka menjadi lemah. Kita jangan lengah dengan melihat korupsi sebagai masalah utamanya.

Penyakit korupsi hanyalah gejala atau bayangan dari gagalnya sistem politik-birokrasi yang akuntabel dan transparan.Tanpa memperbaiki semua silang sengkarut dalam tata hubungan antarberbagai aktor governance, korupsi merupakan masalah bagi sistem politik mana pun. Tak aneh jika banyak studi yang menjelaskan bahwa sistem politik yang menganut asas demokrasi bukan formula baku untuk menghapuskan korupsi.Bahkan sebaliknya korupsi bisa menjadi lebih parah.

Hal itu sudah kita alami sendiri pascaotonomi daerah di mana banyak kepala daerah dan anggota DPRD, termasuk pejabat birokrasi, terjerat kasus korupsi. Oleh karena itu, antibodi korupsi bagi DPR baru bukanlah dengan ceramah antikorupsi kepada mereka.Dengan modal hasrat berkuasa yang sangat tinggi––caleg gagal banyak yang depresi karena kehilangan banyak uang––, pembiayaan kampanye yang fantastis minus transparansi dan akuntabilitas, sebagian besar niat untuk terpilih anggota DPR adalah supaya menjadi kaya.

Artinya, kita harus sadar sejak awal bahwa begitu mereka dilantik menjadi anggota DPR,pada saat itu juga potensi korupsinya muncul. Cara menghalanginya menurut saya bisa terbagi ke dalam tiga hal. Pertama, reformasi internal DPR dengan mendorong keterbukaan dan pertanggungjawaban dalam berbagai pengambilan keputusan sehingga tidak ada kongkalikong atau politik dagang sapi.

Merumuskan ulang kode etik anggota DPR yang dapat memberikan sabuk pengaman bagi kemungkinan lahirnya potensi korupsi dan konflik kepentingan serta memperkuat posisi pengawas internal DPR. Gagasan ini harus dikawal KPK dan kalangan antikorupsi sehingga bangunan sistem internal DPR ke depan bisa lebih menjamin akuntabilitas dan transparansi. Kedua, memperkokoh posisi kontrol masyarakat dan konstituen untuk mengendalikan perilaku anggota Dewan.

Jika saat ini aturan main masih menempatkan partai politik sebagai pemegang otoritas untuk mengganti anggota DPR sewaktu- waktu,ke depan hak publik untuk mengusulkan pergantian anggota DPR harus diakomodasi. Dengan demikian, anggota Dewan memiliki ikatan yang lebih jelas terhadap konstituen yang memilihnya. Ketiga, KPK harus lebih memperkuat agenda pengawasan di lembaga parlemen dengan meningkatkan operasi penegakan hukum, terutama bagi kalangan elite DPR.

Masalahnya saat ini, yang ditangkap KPK adalah anggota DPR biasa,bukan pemegang kendali utama kekuasaan. Jika mereka yang sangat berpengaruh terjerat, efek jera akan melanda DPR.