Sabtu, Juni 27, 2009

Presiden Perintahkan KPK Diaudit

Kinerja KPK sudah sesuai dengan aturan dan prosedur standar

Hanya selang sehari setelah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai lembaga superbody dengan kewenangan yang luas, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) kemarin langsung mengaudit kinerja dan pertanggungjawaban keuangan KPK. Menurut Kepala BPKP Didi Widayadi, audit itu sehubungan isu krusial dan opini politik serta berdasarkan perintah langsung secara lisan Presiden Yudhoyono. "Memang ada perintah langsung, tapi perintah itu tidak perlu langsung tertulis. Kami sudah bisa mengisyaratkan wanti-wanti, dan itu sebagai perintah," ujar Didi saat jumpa pers di gedung KPK kemarin.

Didi menjelaskan, audit terhadap KPK baru dilakukan karena peraturan yang mendasari audit tersebut baru terbentuk pada 28 Agustus 2008. Peraturan tersebut adalah Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008, yang merupakan turunan Undang-Undang Keuangan Negara Nomor 1 Tahun 2004.

Namun, Didi tidak mau menyebutkan alasan lembaganya menjatuhkan pilihan audit pertama terhadap KPK dan bukan lembaga lain. Dia hanya menegaskan, yang dikerjakan BPKP untuk profesionalitas serta demi tercapainya penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan transparan.

Didi juga tidak menjelaskan jangka waktu kinerja KPK yang akan diaudit BPKP. Dia lalu mencontohkan penerimaan hibah luar negeri yang diperoleh KPK dari Bank Dunia sebesar US$ 730 ribu dan dari Global senilai US$ 600 ribu. Menurut dia, audit yang dilakukan atas hibah itu adalah audit kinerja KPK selama lima tahun.

Audit yang dilakukan BPKP, Didi melanjutkan, adalah audit performance. Tugas ini berbeda dengan tugas Badan Pemeriksa Keuangan, yang melakukan audit keuangan. "Audit ini dilakukan secara komprehensif dengan Badan Penerapan dan Pengkajian Teknologi serta Departemen Komunikasi dan Informatika, terutama dalam pelaksanaan penyadapan," katanya.

Menanggapi hal ini, Wakil Ketua KPK Bidang Penindakan Bibit Samad Riyanto menyatakan bahwa kinerja KPK sudah sesuai dengan aturan dan prosedur standar. Salah satunya, kata Bibit, penggunaan alat sadap. Dia menjelaskan, KPK memiliki perjanjian kontrak dengan pembuatnya. "Kami hanya tahu bagaimana cara menjalankannya. Soal teknis, itu rahasia perusahaan. Kami harus menghormati kontrak tersebut," ujar Bibit.

Dia juga mengklarifikasi soal hibah dari donor, yakni bukan berupa uang, melainkan berbentuk program kegiatan. "Kami juga memiliki prosedur standar. Jadi apa iya kalau KPK dibilang tidak bekerja sesuai tugasnya?" ujar Bibit.

Adapun staf ahli presiden bidang hukum, Denny Indrayana, membantah adanya perintah Presiden agar BPKP melakukan audit. Menurut Denny, sebagai lembaga yang independen, KPK bukan bagian dari pemerintah atau eksekutif sehingga BPKP sebagai auditor internal pemerintah tidak berwenang mengaudit KPK. "Sehingga yang berwenang mengaudit KPK adalah BPK," ujar Denny melalui pesan pendeknya kemarin.

Denny juga menegaskan bahwa pernyataan Presiden hanya untuk menjaga integritas KPK sebagai mitra kerja utama dalam memerangi korupsi. "Karenanya harus terus dijaga integritasnya," ujar dia.




Share/Save/Bookmark

Minggu, Juni 21, 2009

PNS jangan mimpi jadi Orang Kaya


Seorang pegawai negeri sipil (PNS) jangan mimpi menjadi orang kaya dengan mengandalkan gaji karena gaji PNS itu sangat sedikit. Tidak masuk “hotel prodeo” saja sudah syukur Alhamdulilah. Jika ingin menjadi orang kaya, sebaiknya beralih menjadi pengusaha saja.

Demikian disampaikan Walikota Tebingtinggi Ir H Abdul Hafiz Hasibuan dalam kata sambutannya pada acara pembukaan diklat prajabatan CPNS golongan I dan II dari tenaga ex honorer tahun anggaran 2009, Selasa (16/6) di Gedung TC Sosial Jalan Rumah Sakit Umum kota setempat.
Diakuinya, saat seseorang menjadi tenaga honorer sangat rajin akan tetapi setelah menjadi PNS mulai bertingkah bahkan disuruh saja tidak mau. “Oleh sebab itu, diharapkan kiranya apa yang menjadi tugas PNS, mari kita laksanakan dengan baik karena seorang PNS adalah abdi negara, abdi masyarakat, pengayom masyarakat dan pelayan masyarakat,” sebut walikota.
Budaya kerja ketika masih menjadi tenaga honorer berbeda setelah menjadi PNS. Karena itu, diklat bertujuan untuk merobah pola pikir yang telah menetap dalam diri CPNS yang berasal dari latar belakang yang berbeda serta pola pikir yang bervariasi sehingga dapat menimbulkan presepsi yang berbeda dan berdampak terhadap efektivitas kerja PNS.

Sebelumnya, Kepala Badan Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan Amas Muda SH melaporkan, tujuan program prajabatan adalah sebagai bekal kepada para calon PNS agar memiliki pengetahuan bidang administrasi kepegawaian, wawasan kebangsaan dalam konsep NKRI, pola pikir (mind setting) PNS, kerjasama tim, manajemen perkantoran modern, etika organisasi pemerintahan, tata upacara sipil dan peraturan baris berbaris.
Program prajabatan CPNS ex honorer golongan I dan II tahun 2009 diikuti 50 orang dan 47 di antaranya berasal dari lingkungan Pemko Tebingtinggi serta 3 dari Dinas Bina Marga Provsu. Program prajabatan berlangsung 16 Juni – 7 Juli 2009. (sib)