Sabtu, Juni 13, 2009

Prita Mulyasari dan UU ITE

Prita Mulyasari menjadi tersangka kasus pencemaran nama baik Rumah Sakit Omni Internasional. Prita dijerat dengan Pasal 27 ayat (3) UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, dengan sanksi pidana penjara maksimum 6 thn dan/atau denda maksimal 1 milyar rupiah. Sebelumnya, seorang wartawan bernama Iwan Piliang diduga mencemarkan nama baik seorang anggota DPR melalui tulisannya di internet dan dijerat dengan pasal yang sama.


Atas kasus yang menimpa sdri. Prita Mulyasari dengan tuduhan pencemaran nama baik terhadap RS. Omni International, berikut ini pendapat hukum dari saya:

  • Pertama:

Dalam putusan Mahkamah Konstitusi R.I Nomor 50/PUU-VI/2008 tentang judicial review UU ITE No. 11 Tahun 2008 terhadap UUD 1945, salah satu pertimbangan Mahkamah berbunyi “keberlakuan dan tafsir atas Pasal 27 ayat (3) UU ITE tidak dapat dipisahkan dari norma hukum pokok dalam Pasal 310 dan Pasal 311 KUHP”.

Pertimbangan Mahkamah tersebut dapat diartikan bahwa penafsiran Pasal 27 ayat (3) UU ITE merujuk pada pasal-pasal penghinaan dalam KUHP khususnya Pasal 310 dan Pasal 311. Dengan demikian, jika nanti perbuatan Prita Mulyasari terbukti tidak memenuhi unsur pidana dalam Pasal 310 dan 311 KUHP, secara otomatis tidak memenuhi pula unsur pidana dalam Pasal 27 ayat (3) UU ITE . Berikut petikan pasal-pasal yang dimaksud:

Pasal 27 ayat (3) UU ITE
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.

Pasal 45 ayat (1) UU ITE
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Pasal 310 KUHP
(1) Barang siapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
(2) Jika hal itu dilakukan dengan tulisan atau gambaran yang disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan di muka umum, maka diancam karena pencemaran tertulis dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
(3) Tidak merupakan pencemaran atau pencemaran tertulis, jika perbuatan jelas dilakukan demi kepentingan umum atau karena terpaksa untuk membela diri.

Pasal 311 KUHP
(1) Jika yang melakukan kejahatan pencemaran atau pencemaran tertulis dibolehkan untuk membuktikan apa yang dituduhkan itu benar, tidak membuktikannya, dan tuduhan dilakukan bertentangan dengan apa yang diketahui, maka dia diancam melakukan fitnah dengan pidana penjara paling lama empat tahun.

(2) Pencabutan hak-hak berdasarkan pasal 35 No. 1 - 3 dapat dijatuhkan.

  • Kedua :

Dalam e-mail Prita yang ditujukan kepada teman-temannya, Prita menuliskan kalimat awal berbunyi sebagai berikut:

“Jangan sampai kejadian saya ini akan menimpa ke nyawa manusia lainnya, terutama anak-anak, lansia dan bayi. Bila anda berobat, berhati-hatilah dengan kemewahan RS dan title International karena semakin mewah RS dan semakin pintar dokter maka semakin sering uji coba pasien, penjualan obat dan suntikan”

Dan kalimat terakhir berbunyi”

“saya tidak mengatakan RSCM buruk tapi lebih hati-hati dengan perawatan medis dari dokter ini.”

Dari kedua kalimat tersebut dapat disimpulkan bahwa sdri. Prita menyampaikan pesan kepada teman-temannya untuk berhati-hati atas pelayanan rumah sakit dan jangan terpancing dengan kemewahannya. Sdri. Prita sengaja menulis pesan tersebut dengan maksud untuk memberi pelajaran penting kepada orang lain demi kepentingan umum untuk lebih berhati-hati/waspada terhadap pelayanan rumah sakit agar tidak terjadi seperti apa yang menimpanya. Dengan demikian, sdri. Prita tidak dapat dikatakan melakukan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik, karena pesan yang disampaikan untuk kepentingan umum. Hal ini telah ditegaskan dalam Pasal 310 ayat (3) KUHP bahwa “Tidak merupakan pencemaran atau pencemaran tertulis, jika perbuatan jelas dilakukan demi kepentingan umum atau karena terpaksa untuk membela diri”.

  • Ketiga :

Dalam e-mail Prita juga diceritakan banyak hal seputar pengalaman dia sebagai pasien di rumah sakit Omni International. Pada intinya, sdri. Prita kecewa tidak transparansinya informasi yang dia minta kepada pihak manajemen rumah sakit tentang hasil laboratorium. Berikut petikannya :

“Saya ngotot untuk diberikan data medis hasil lab 27.000 namun sangat dikagetkan bahwa hasil lab 27.000 tersebut tidak dicetak dan yang tercetak adalah 181.000, kepala lab saat itu adalah dr. Mimi dan setelah saya complaint dan marah-marah, dokter tersebut mengatakan bahwa catatan hasil lab 27.000 tersebut ada di Manajemen Omni maka saya desak untuk bertemu langsung dengan Manajemen yang memegang hasil lab tersebut.”

Petikan di atas menunjukkan bahwa pihak manajemen Omni memiliki catatan hasil lab 27.000 tapi tidak diberikan kepada Prita.

Cerita yang lain menunjukkan bahwa sdri. Prita merasakan bahwa rumah sakit Onmi International melakukan penanganan yang keliru terhadap dirinya. Hal ini dikuatkan oleh revisi hasil lab dari 27.000 menjadi 181.000. Prita berpendapat bahwa karena hasil laboratorium thrombosit 27.000 maka dia diminta menjalani rawat inap, sedangkan hasil laboratorium sebenarnya adalah 181.000 berarti dia tidak perlu rawat inap, cukup rawat jalan. Berikut petikannya:

“Dalam kondisi sakit, saya dan suami saya ketemu dengan Manajemen, atas nama Ogi (customer service coordinator) dan dr. Grace (customer service manager) dan diminta memberikan keterangan kembali mengenai kejadian yang terjadi dengan saya. Saya benar-benar habis kesabaran dan saya hanya meminta surat pernyataan dari lab RS ini mengenai hasil lab awal saya adalah 27.000 bukan 181.000 makanya saya diwajibkan masuk ke RS ini padahal dengan kondisi thrombosit 181.000 saya masih bisa rawat jalan.”

Cerita yang lain menunjukkan bahwa sdri. Prita mengalami gangguan kesehatan yang lain akibat perawatan yang dilakukan oleh dr. Hengky, yakni tangan kiri mulai membengkak, suhu badan naik ke 39 derajat, serangan sesak napas, leher kiri dan mata kiri membengkak. Berikut petikannya:

“Tangan kiri saya mulai membengkak, saya minta dihentikan infus dan suntikan dan minta ketemu dengan dr. Henky namun dokter tidak datang sampai saya dipindahkan ke ruangan. Lama kelamaan suhu badan saya makin naik kembali ke 39 derajat dan datang dokter pengganti yang saya juga tidak tahu dokter apa, setelah dicek dokter tersebut hanya mengatakan akan menunggu dr. Henky saja”

“Esoknya saya dan keluarga menuntut dr. Henky untuk ketemu dengan kami namun janji selalu diulur-ulur dan baru datang malam hari. Suami dan kakak-kakak saya menuntut penjelasan dr. Henky mengenai sakit saya, suntikan, hasil lab awal yang 27.000 menjadi revisi 181.000 dan serangan sesak napas yang dalam riwayat hidup saya belum pernah terjadi. Kondisi saya makin parah dengan membengkaknya leher kiri dan mata kiri saya.”

Cerita yang lain menunjukkan bahwa setelah sdri. Prita ditangani oleh rumah sakit yang lain menunjukkan penyakitnya bukan demam berdarah, dan suntikan yang diberikan sewaktu di rumah sakit Omni International tidak cocok dengan kondisi sdri Prita sehingga menimbulkan sesak nafas. Berikut petikannya:

“Setelah itu saya ke RS lain dan masuk ke perawatan dalam kondisi saya dimasukkan dalam ruangan isolasi karena virus saya ini menular, menurut analisa ini adalah sakitnya anak-anak yaitu sakit gondongan namun sudah parah karena sudah membengkak, kalau kena orang dewasa yang ke laki-laki bisa terjadi impoten dan perempuan ke pankreas dan kista. Saya lemas mendengarnya dan benar-benar marah dengan RS Omni yang telah membohongi saya dengan analisa sakit demam berdarah dan sudah diberikan suntikan macam-macam dengan dosis tinggi sehingga mengalami sesak napas. Saya tanyakan mengenai suntikan tersebut ke RS yang baru ini dan memang saya tidak kuat dengan suntikan dosis tinggi sehingga terjadi sesak napas.”

  • Keempat :

Dari cerita di atas, sdri. Prita Mulyasari sebenarnya dapat melakukan tuntutan berupa ganti rugi atas penanganan yang keliru dari rumah sakit Omni International, atau melakukan tuntutan pidana. Hal ini telah ditegaskan dalam UU Perlindungan Konsumen No. 8 Tahun 1999. Berikut petikannya:

Pasal 19
1. Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.
2. Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3. Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal transaksi.
4. Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur kesalahan.
5. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahan konsumen.

  • Kelima :

Perbuatan sdri. Prita Mulyasari menulis pesan lewat e-mail kepada teman-temannya tidak menunjukkan adanya motif atau niat untuk melakukan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik terhadap rumah sakit Omni International. Dengan demikian, perbuatan sdri. Prita tidak memenuhi unsur pidana dalam Pasal 27 ayat (3) UU ITE. Dalam pasal tersebut mensyaratkan adanya unsur “sengaja” dalam mendistribusikan infomasi elektronik yang bermuatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik, sementara perbuatan sdri. Prita tidak bermaksud menghina justru menyampaikan pesan kepada teman-temannya untuk berhati-hati dengan pelayanan rumah sakit.

  • Keenam :

Pihak Kepolisian seharusnya mampu mengembangkan kasus tersebut dengan kemungkinan adanya tindak pidana yang dilakukan oleh rumah sakit Omni International berupa pelayanan rumah sakit yang merugikan konsumen dengan pasien sdri. Prita Mulyasari, dan tidak langsung berfokus pada soal pencemaran nama baik.

Oleh: Ronny, M.Kom, M.H (Ronny Wuisan)
[Penulis adalah seorang LawBlogger/Praktisi Hukum Telematika di Indonesia]




Pidana Penjara dan Denda terkait Pasal Pencemaran Nama Baik dalam UU ITE

Keberlakuan dan tafsir atas Pasal 27 ayat (3) UU ITE tidak dapat dipisahkan dari norma hukum pokok dalam Pasal 310 dan Pasal 311 KUHP. Demikian salah satu pertimbangan Mahkamah Konstitusi dalam putusan perkara No. 50/PUU-VI/2008 atas judicial review pasal 27 ayat (3) UU ITE terhadap UUD 1945. Mahkamah Konstitusi menyimpulkan bahwa nama baik dan kehormatan seseorang patut dilindungi oleh hukum yang berlaku, sehingga Pasal 27 ayat (3) UU ITE tidak melanggar nilai-nilai demokrasi, hak azasi manusia, dan prinsip-prinsip negara hukum. Pasal 27 ayat (3) UU ITE adalah Konstitusional.

Bila dicermati isi Pasal 27 ayat (3) jo Pasal 45 ayat (1) UU ITE tampak sederhana bila dibandingkan dengan pasal-pasal penghinaan dalam KUHP yang lebih rinci. Oleh karena itu, penafsiran Pasal 27 ayat (3) UU ITE harus merujuk pada pasal-pasal penghinaan dalam KUHP. Misalnya, dalam UU ITE tidak terdapat pengertian tentang pencemaran nama baik. Dengan merujuk Pasal 310 ayat (1) KUHP, pencemaran nama baik diartikan sebagai perbuatan menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum.

Pasal 27 ayat (3) UU ITE
"Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang bermuatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik"

Pasal 310 ayat (1) KUHP
Barang siapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

Rumusan Pasal 27 ayat (3) jo Pasal 45 ayat (1) UU ITE yang tampak sederhana berbanding terbalik dengan sanksi pidana dan denda yang lebih berat dibandingkan dengan sanksi pidana dan denda dalam pasal-pasal penghinaan KUHP.

Misalnya, seseorang yang terbukti dengan sengaja menyebarluaskan informasi elektronik yang bermuatan pencemaran nama baik seperti yang dimaksudkan dalam Pasal 27 ayat (3) UU ITE akan dijerat dengan Pasal 45 Ayat (1) UU ITE, sanksi pidana penjara maksimum 6 tahun dan/atau denda maksimum 1 milyar rupiah.

Pasal 45 UU ITE
(1) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Masih ada pasal lain dalam UU ITE yang terkait dengan pencemaran nama baik dan memiliki sanksi pidana dan denda yang lebih berat lagi, perhatikan pasal 36 UU ITE.

Pasal 36 UU ITE
"Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan perbuatan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 27 sampai Pasal 34 yang mengakibatkan kerugian bagi orang lain"

Misalnya, seseorang yang menyebarluaskan informasi elektronik yang bermuatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik dan mengakibatkan kerugian bagi orang lain akan dikenakan sanksi pidana penjara maksimum 12 tahun dan/atau denda maksimum 12 milyar rupiah (dinyatakan dalam Pasal 51 ayat 2)

Pasal 51 ayat (2) UU ITE
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah).

Oleh: Ronny, M.Kom, M.H (Ronny Wuisan)
[Penulis adalah seorang LawBlogger/Praktisi Hukum Telematika di Indonesia]

Kamis, Juni 11, 2009

MEGA-PRABOWO MEMBANGUN KEMBALI INDONESIA RAYA


8 PROGRAM AKSI UNTUK KEMAKMURAN RAKYAT

MEGA-PRABOWO MEMBANGUN KEMBALI INDONESIA RAYA



I. Kekayaan Negara untuk Kemakmuran Rakyat:
  1. Menjadwalkan kembali utang luar negeri dan mengalihkannya untuk membiayai program pendidikan, kesehatan, pangan dan energi yang murah serta ramah lingkungan.
  2. Menyelamatkan kekayaan negara dengan meninjau kembali kontrak pemerintah yang merugikan kepentingan nasional.
  3. Menghentikan penjualan aset negara yang strategis dan atau yang menguasai hajat hidup orang banyak.
  4. Mewajibkan eksportir nasional yang menikmati fasilitas pembiayaan ekspor impor dari negara untuk menyimpan dana hasil ekspornya di bank dalam negeri.
  5. Melarang penyaluran kredit bank pemerintah untuk pembangunan perumahan dan apartemen mewah, mall serta proyek-proyek mewah lainnya.

II. Mencapai Perekonomian yang Berdaulat, Adil dan Makmur:
  1. Menjadikan BUMN sebagai lokomotif dan ujung tombak kebangkitan dan kedaulatan ekonomi.
  2. Membangun industri pengolahan untuk memperoleh nilai tambah.
  3. Membangun sarana dan prasarana transportasi massal.
  4. Meningkatkan pendapatan per kapita dari US $ 2.000 menuju US $ 4.000.

III. Melaksanakan Ekonomi Kerakyatan
  1. Prioritas penyaluran kredit perbankan kepada petani, nelayan, pedagang tradisional dan pedagang kecil.
  2. 2. Memperbesar permodalan lembaga keuangan mikro untuk menyalurkan kredit bagi rakyat kecil.
  3. Melindungi pedagang pasar tradisional dengan melarang pembangunan pasar swalayan berskala besar yang tidak sesuai dengan undang-undang.
  4. Melindungi dan memperjuangkan hak-hak buruh, termasuk buruh migran (TKI dan TKW).
  5. Modernisasi pasar tradisional untuk pedagang tradisional dan pedagang kecil.
  6. Meningkatkan anggaran untuk petani, nelayan, buruh, pedagang pasar tradisional dan pedagang kecil.
  7. Memberikan jaminan sosial untuk fakir miskin, penyandang cacat dan rakyat terlantar.

IV. Membangun Kedaulatan Pangan dan Energi
  1. Mencetak 2 juta hektar lahan baru untuk meningkatkan produksi beras, jagung, kedelai, tebu yang dapat mempekerjakan 12 juta orang.
  2. Membangun pabrik pupuk Urea dan NPK milik petani dengan total kapasitas 4 juta ton.
  3. Membangun pembangkit listrik tenaga panas bumi dan air (10.000 MW).
  4. Mendirikan kilang-kilang minyak pabrik bioetanol dan pabrik DME (pengganti LPG).
  5. Mencetak 4 juta hektar lahan untuk aren (bahan baku bioetanol) yang dapat mempekerjakan 24 juta orang. Pembukaan lahan ini akan menjadikan Indonesia sebagai negara pengekspor bahan bakar nabati setelah 7 tahun masa tanam (4 juta hektar hutan aren menghasilkan sekitar 56 juta MT etanol/tahun).

V. Menyelenggarakan Pemerintahan yang Tegas dan Efektif:
  1. Meningkatkan kesejahteraan aparatur negara.
  2. Mempercepat reformasi birokrasi.
  3. Penegakan hukum dan pemberantasan korupsi tanpa pandang bulu.

VI. Pendidikan, Kesehatan dan Kebudayaan:
  1. Wajib belajar 12 tahun dengan biaya negara.
  2. Mencabut Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan (BHP).
  3. Menghapus pajak buku pelajaran dan menghentikan model penggantian buku pelajaran setiap tahun.
  4. Membagi sedikitnya 1 juta laptop kepada mahasiswa, guru dan pelajar.
  5. Memberikan beasiswa serta fasilitas kredit bank untuk membiayai mahasiswa potensial yang kurang mampu.
  6. Meningkatkan peran PKK, Posyandu dan Puskesmas.
  7. Menempatkan sarjana dan dokter baru melalui program pemerintah terutama di kantong-kantong kemiskinan.
  8. Menggerakkan Revolusi Putih dengan menyediakan susu untuk anak-anak miskin.
  9. Mengembangkan karakter bangsa yang berkepribadian dalam bidang kebudayaan dan melestarikan peninggalan serta warisan budaya bangsa.

VII. Menjaga Kelestarian Alam dan Lingkungan Hidup:
  1. Melakukan penghijauan kembali 59 juta hektar hutan yang rusakserta konservasi aneka ragam hayati dan hutan lindung.
  2. Mengamankan dan merehabilitasi daerah aliran sungai.
  3. Mencegah dan menindak tegas pelaku pencemaran lingkungan.
  4. Melindungi flora dan fauna sebagai bagian dari aset bangsa.

VIII. Membangun Infrastruktur untuk Rakyat di Pedesaan melalui Delapan Program Desa:
  1. Listrik dan air bersih desa.
  2. Bank dan lembaga keuangan desa.
  3. Koperasi desa, lumbung desa, pasar desa.
  4. Klinik desa.
  5. Pendidikan desa.
  6. Infrastruktur pedesaan dan daerah pesisir.
  7. Rumah sehat pedesaan.
  8. Badan Usaha Milik Desa (BUMDes).

Selasa, Juni 09, 2009

Pelayanan Publiki; KPK Sidak ke Kantor Wali Kota

Masih Ada Calo di Kantor Publik

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Bidang Pencegahan Haryono Umar melakukan inspeksi mendadak atau sidak ke Kantor Wali Kota Jakarta Timur dan Kantor Pelayanan Kir Dinas Perhubungan DKI Jakarta. Semula dia mengira kantor pelayanan kir tersebut berada dalam jalur struktural wali kota.

”Ketika kami tiba di kantor pelayanan kir, ternyata sebagian besar kantor itu dipenuhi calo. Mereka menawarkan jasa dengan biaya besar. Bahkan, ada beberapa yang berseragam pegawai negeri sipil,” kata Haryono kepada pers saat tiba di Kantor Wali Kota Jaktim seusai mengunjungi kantor pelayanan kir, Senin (8/6).

Haryono heran, mengapa di kantor pelayanan jasa untuk kepentingan publik itu justru ada banyak calo. Praktik percaloan dalam pelayanan publik akan memberatkan anggota masyarakat yang berkepentingan, selain juga berpotensi menimbulkan praktik korupsi yang dapat merugikan keuangan negara. ”Saya berharap ke depan tidak ada lagi praktik percaloan dalam pelayanan publik,” katanya.

Semua urusan pelayanan masyarakat harus transparan, baik soal biaya, waktu pelaksanaan, maupun siapa saja petugasnya. Aparat pemerintah agar terus meningkatkan pelayanan publik dengan mengutamakan transparansi dalam semua bidang.

Haryono terkejut ketika sidak di kantor wali kota saat mengetahui beberapa loket pelayanan publik tidak ditunggui petugasnya. Misalnya, di loket pelayanan permohonan izin mendirikan bangunan (IMB), izin penggunaan bangunan (IPB), dan kelayakan menggunakan bangunan (KMB). Petugas yang ditanya oleh Haryono menjelaskan, saat itu mereka sedang istirahat atau ada tugas di tempat lain.

Wakil Wali Kota Jaktim Nugraha K Yasin yang mendampingi Haryono mengakui pihaknya sedang membenahi setelah ada perubahan struktur organisasi di tubuh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

Selain ke kantor Wali Kota Jakarta Timur, tim KPK pada hari yang sama juga melakukan inspeksi ke kantor pelayanan publik di wilayah lain di Provinsi DKI Jakarta.