Selasa, Januari 26, 2010

Pegawai Bank Diduga Terlibat Pembobolan ATM

Kepolisian Republik Indonesia (Polri) menyelidiki dugaan keterlibatan pegawai bank atau orang dalam pada kasus hilangnya uang nasabah melalui pembobolan ATM, kata Kepala Badan Reserse Kriminal Polri (Kabareskrim), Komisaris Jenderal Ito Sumardi di Jakarta.

"Sementara ini ada indikasi orang dalam yang terlibat karena bisa tahu," kata Ito Sumardi.

Ito menuturkan, polisi dan pihak bank mendalami keterlibatan orang dalam atau pegawai bank karena bisa mengetahui kode atau PIN dari kartu Anjungan Tunai Mandiri (ATM).

Kabareskrim menjelaskan, penyidik mencari kemungkinan indikasi keterlibatan orang bank melalui proses audit sistem keamanan pada mesin ATM bersama pihak bank.

Mengenai kemungkinan adanya sindikat internasional, jenderal bintang tiga itu menyatakan akan melakukan analisis berbagai kemungkinan, seperti masalah prosedur pencairan ATM.

Penyidik menduga kuat jumlah pelaku lebih dari satu orang dan menggunakan modus lama melalui prosedur mengambil beberapa kode ATM secara acak, serta mencari kelemahan sistem.

Polisi dan pihak bank juga berusaha menyelidiki adanya kemungkinan pemasangan alat pada mesin ATM untuk membobol uang nasabah.

Ito menyebutkan 16 nasabah diketahui kehilangan uang tabungannya dengan jumlah kerugian antara Rp1 juta hingga Rp5 juta per orang. Mereka adalah nasabah enam bank besar, yakni Bank Mandiri, BCA, BNI, BII, BRI dan Bank Permata di Denpasar, Bali.


Share/Save/Bookmark

Aktivis 1997 Demo 100 Hari Pemerintah

Puluhan aktivis 1997-1998 Jawa Timur menggelar demonstrasi bertepatan dengan 100 hari pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)-Boediono di depan Gedung Negara Grahadi Surabaya, Selasa.

Dalam aksi yang diawali dengan "longmarch" dari Monkasel (Monumen Kapal Selam) Jalan Pemuda ke Grahadi di Jalan Gubernur Suryo itu, sekitar 40 aktivis 1997-1998 Jatim menyoroti 100 hari di bidang penegakan HAM.

Para pengunjuk rasa menutup mulut mereka dengan plester hitam dengan membawa sejumlah foto aktivis 1998 yang diculik dan dihilangkan paksa pada kurun 1997-1998.

Sejumlah aktivis juga tampak membentangkan poster berukuran besar berisi tuntutan mereka kepada pemerintahan SBY-Boediono.

"Selama pemerintahan SBY, kasus-kasus pelanggaran HAM yang sudah selesai diselidiki Komnas HAM hanya menumpuk sebagai arsip di Kejaksaan Agung," kata koordinator IKOHI (Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia) Jatim, Dandy Katjasungkana.

Di sela-sela aksi itu, alumni Universitas Airlangga (Unair) Surabaya itu mengaku, hingga kini belum ada kasus pelanggaran HAM yang diproses di pengadilan.

"Kasus Munir yang menjadi sorotan publik nasional dan internasional justru menghasilkan vonis bebas di pengadilan, sehingga kasus pelanggaran HAM hingga kini belum memihak korban," paparnya.

Namun, katanya, ada kemajuan rekomendasi DPR RI dalam sidang paripurna yakni merekomendasikan Presiden membentuk Pengadilan HAM Ad-hoc, dan merekomendasikan Presiden dan segenap institusi pemerintah untuk melakukan pencarian terhadap 13 aktivis yang hilang sejak 12 tahun silam.

Share/Save/Bookmark

Hikmahanto: Kebijakan Salah Tidak Dapat Dipidana

Guru Besar Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) Hikmahanto Juwana menilai kesalahan dalam pengambilan kebijakan atau keputusan tidak dapat dipidana.

"Bila kebijakan serta keputusan dianggap salah dan pelakunya dapat dipidana, maka ini berarti kesalahan dari pengambil kebijakan serta keputusan merupakan suatu perbuatan jahat (tindak pidana). Ini tentu tidak benar. Pada prinsipnya, kesalahan dalam pengambilan kebijakan atau keputusan tidak dapat dipidana," katanya di Jakarta.

Menurutnya, dalam ilmu hukum, bila berbicara tentang kebijakan, keputusan berikut para pelakunya maka akan masuk dalam ranah hukum administrasi negara yang harus dibedakan dari hukum pidana yang mengatur sanksi pidana atas perbuatan jahat.

"Dalam hukum administrasi negara tidak dikenal sanksi pidana," katanya.

Sanksi yang dikenal dalam hukum administrasi negara, lanjut Hikmahanto, antara lain teguran baik lisan maupun tertulis, penurunan pangkat, demosi dan pembebasan dari jabatan, bahkan diberhentikan dengan tidak hormat dari jabatan.

Namun demikian, katanya, terhadap prinsip umum bahwa kebijakan serta keputusan yang salah tidak dapat dikenakan sanksi pidana, terdapat setidaknya tiga pengecualian.

Pengecualian pertama, katanya, adalah kebijakan serta keputusan dari pejabat yang bermotifkan melakukan kejahatan internasional atau dalam konteks Indonesia diistilahkan sebagai pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat.

Doktrin hukum internasional yang telah diadopsi dalam peraturan perundang-undangan di sejumlah negara, kata Hikmahanto, kebijakan pemerintah yang bertujuan melakukan kejahatan internasional telah dikriminalkan.

"Ada empat katagori kejahatan internasional yaitu kejahatan terhadap kemanusiaan, genosida, kejahatan perang dan perang agresi," katanya.

Pengecualian kedua, meski anomali, kesalahan dalam pengambil kebijakan serta keputusan yang secara tegas ditentukan dalam peraturan perundang-undangan.

"Sebagai contoh di Indonesia adalah ketentuan yang terdapat dalam Pasal 165 Undang-undang Pertambangan Mineral dan Batubara. Ketentuan tersebut memungkinkan pejabat yang mengeluarkan izin di bidang pertambangan dikenakan sanksi pidana," katanya.

Sedangkan pengecualian ketiga, kata Hikmahanto, adalah kebijakan serta keputusan yang bersifat koruptif atau pengambil kebijakan dalam mengambil kebijakan serta keputusan bermotifkan kejahatan.

"Di sini yang dianggap sebagai perbuatan jahat bukanlah kebijakannya, melainkan niat jahat dari pengambil kebijakan serta keputusan ketika membuat kebijakan," ujarnya.

Ia mencontohkan, pejabat yang membuat kebijakan serta keputusan untuk menyuap pejabat publik lainnya, atau kebijakan yang diambil oleh pejabat karena ada motif untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain.

"Dalam contoh terakhir itulah, sejumlah anggota Panitia Angket Bank Century berpijak. Tindakan ini dapat dipahami karena mereka hendak memvalidasi kecurigaan publik bahwa kebijakan yang diambil berindikasi koruptif atau memperkaya orang lain, termasuk partai politik tertentu," katanya.

Namun bila indikasi ke arah tersebut tidak ada, tegas Hikmahanto, jangan kemudian kebijakan serta keputusan yang dianggap salah pasca dievaluasi dipaksakan untuk dikenakan sanksi pidana.

Share/Save/Bookmark

Siswa Miskin di Mataram Peroleh Buku Sekolah Elektronik Gratis

Seluruh siswa miskin di Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB) yang duduk di kelas tiga SMA/MA/SMK memperoleh bantuan buku sekolah elektronik (BSE) untuk membantu persiapan menghadapi Ujian Nasional (UN).

Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Dikpora) Kota Mataram, H. Lalu Syafi`i, di Mataram, Minggu, mengatakan, program pemberian bantuan BSE itu merupakan program Dewan Pendidikan Kota Mataram yang bekerjasama dengan pihaknya untuk membantu siswa miskin yang dinilai tidak mampu membeli buku-buku pelajaran.

"Mengapa ini perlu, karena ada asumsi siswa miskin tidak lulus UN cukup besar karena mereka tidak mampu mengakses internet dan tidak punya biaya untuk membeli buku pelajaran," ujarnya.

Menurut dia, bantuan BSE itu berasal dari dana masyarakat yang peduli terhadap dunia pendidikan khususnya di Kota Mataram. Jumlah dana yang terkumpul hingga saat ini mencapai 40 juta lebih.

Dana tersebut sebagian sudah dikeluarkan untuk biaya pencetakan BSE yang dilakukan bekerjasama percetakan milik salah satu media lokal di NTB. Upaya menggandeng percetakan milik salah satu media lokal itu bertujuan untuk efisiensi biaya pencetakan.

"Kita upayakan biaya pencetakan semurah mungkin karena ini adalah program peduli pendidikan yang dananya bersumber dari masyarakat. Kalau biayanya lebih murah jumlah buku yang dicetak bisa lebih banyak," ujarnya.

Ia mengatakan, pemberian BSE kepada siswa SMA/MA/SMK yang dikategorikan dari keluarga miskin sudah dua kali dilaksanakan. Pada periode kedua diberikan secara simbolis kepada 28 siswa SMA/MA/SMK Kota Mataram, pada Kamis (21/1).

Jumlah buku yang disalurkan tahap kedua itu sebanyak 2.950 buku yang terdiri dari 1.350 buku IPA, 1.350 buku IPS, dan 250 buku SMK.

"Masing-masing siswa SMA akan mendapat tiga buku, dan untuk siswa SMK dua buku," ujarnya.

Menurut dia, meskipun saat ini jumlah bantuan BSE belum mampu menjangkau seluruh siswa miskin di Kota Mataram, pihaknya berinisiatif untuk mengupayakan pengadaan BSE melalui beasiswa.

"Dana satu bulan beasiswa bagi siswa kurang mampu mungkin bisa diarahkan untuk pengadaan buku BSE. Apalagi harga buku BSE kan murah," ujarnya.

Selain membantu siswa miskin melalui pemberian BSE gratis, kata Syafi`i, pihaknya bersama dengan Badan Amil Zakat Kota Mataram, berencana memberikan bimbingan belajar secara gratis untuk persiapan menghadapi UN.

"Rencana tersebut saat ini masih dalam proses pembahasan dengan BAZ, mudah-mudahan dalam waktu dekat kita sudah bisa melaksanakannya karena UN sebentar lagi digelar," ujarnya.

Share/Save/Bookmark

Gubernur Hentikan Pembentukan Provinsi Sumbawa

Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB), KH. M. Zainul Majdi, mengatakan telah menghentikan proses pembentukan Provinsi Sumbawa sebagaimana arahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk menghentikan sementara proses pemekaran wilayah.

Saat berdialog dengan 13 orang anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dari Komite I dan Komite IV, di Mataram, Selasa, Majdi mengemukakan proses pembeRata Penuhntukan Provinsi Sumbawa sudah sampai tahap kajian di tingkat Gubernur NTB.

Sebagai Gubernur NTB dia berkewajiban merespons aspirasi pembentukan Provinsi Sumbawa dengan merekomendasikan ke pemerintah pusat sesuai prosedur dan mekanisme yang berlaku.

Namun, respons seperti itu belum bisa ditempuh karena ada arahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kepada para kepala daerah untuk menghentikan sementara proses pemekaran wilayah.

Alasan penghentian sementara proses pemekaran wilayah itu yakni masih harus menunggu hasil evaluasi terhadap jumlah daerah provinsi dan kabupaten/kota yang ideal untuk NKRI.

"Ya, kita tunggu saja hasil evaluasi itu, kalau masih dimungkinkan untuk proses pemekaran wilayah, tentu dilakukan," ujarnya.

Sementara itu, Ketua Tim Pengkaji Pembentukan Provinsi Sumbawa, Prof. DR Arifuddin Sahidu, yang dihubungi secara terpisah mengatakan, kajian pembentukan Provinsi Sumbawa yang hendak dimekarkan dari Provinsi NTB masih terus berlangsung.



Share/Save/Bookmark