Rabu, Februari 17, 2010

Sejumlah Keanehan Dalam Kasus Antasari

Pemberitaan mengenai Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) nonaktif Antasari Azhar yang menjadi tersangka dalam kasus dugaan pembunuhan Direktur PT Putra Rajawali Banjaran (PBR) dalam waktu sepekan terakhir selalu ditempatkan di halam muka media cetak.

Demikian pula dalam pemberitaan di media elektronik. Bahkan salah satu televisi swasta nasional membuat logo khusus dalam penayangan pemberitaan kasus yang menimpa orang yang dikenal sebagai "pendekar pemberantas korupsi" tersebut.

Pada sisi lain, muncul sejumlah keluhan yang, antara lain, menyebut bahwa pemberitaan kasus itu mengarah pada pembunuhan karakter orang yang selama ini memiliki prestasi sangat dalam mengungkap praktik korupsi di tanah air.

Maraknya berita soal Antasari bisa disebut dimulai ketika sejumlah wartawan mendapat sms dari nomor tidak dikenal yang isinya: Ass.ww ibu negara yth. pelaku penembakan Nasrudin Direktur anak perusahaan RNI telah ditangkap dan mengaku dibayar Antasari, mohon pemerintah segera mengumumkan dan segera menangkap Ketua KPK.

Pesan singkat itu diterima wartawan. Esok harinya, pemberitaan soal itu mulai menghiasi media massa, tanpa kecuali.

Media massa, pada hari pertama berita besar itu beredar mendapat "umpan" baru, yaitu ketika Kejaksaan Agung mengumumkan kepada pers mengenai status Antasari Azhar yang menjadi tersangka dalam kasus itu. Disebutkan, status itu diperoleh dari surat Badan Reserse dan Kriminal Polri.

Saat itu, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Jasman Pandjaitan menyebutkan, surat dari Mabes Polri itu bersifat rahasia. Sejumlah wartawan "berkasak-kusuk" mengenai surat rahasia yang isinya diumumkan secara terbuka tersebut.

Surat itu oleh Kejaksaan dijadikan dasar untuk melakukan pencekalan terhadap Antasari Azhar.

Biasanya, pengumuman status tersangka merupakan kewenangan dari kepolisian. Bagi wartawan yang biasa meliput kasus hukum, ini merupakan keanehan kedua setelah sms dari orang tidak dikenal.

Menurut peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Febri Diansyah, pengumuman penetapan sebagai tersangka itu merupakan kewenangan penyidik, yaitu polisi.

Sebelum pengumuman itu, sejumlah petinggi Mabes Polri datang ke kantor Jaksa Agung Hendarman Supandji, Jumat (1/5) pagi.

Tapi, semua pejabat kejaksaan melakukan gerakan tutup mulut saat ditanya mengenai pertemuan tersebut.

Kejaksaan juga tutup mulut ketika wartawan bertanya dasar hukum atau pun alasan yang membuat korps penuntut itu mendahului polisi dalam hal penetapan status tersangka kepada Antasari.

Pada pengumuman Jumat itu, Jasman Pandjaitan menyatakan, penyidik Polri saat itu sudah melakukan penyidikan terhadap pembunuhan berencana Nasrudin yang terjadi di Tangerang pada 14 Maret 2009. Dalam pengumuman itu juga disebutkan nama AA sebagai aktor intelektual pembunuhan tersebut.

Ketika wartawan merasakan suasana kehati-hatian Polri dalam kasus ini, isu terus berkembang dengan bahan baru yang menyebutkan adanya kasus asmara yang melatarbelakangi pembunuhan tersebut.

Muncul nama Rhani Juliani, gadis pendamping (caddy) di Lapangan Golf Modernland, Tangerang, yang disebut-sebut memiliki kaitan dengan Antasari dan Nasrudin.

Akhirnya kepolisian pada Senin (4/5) atau tiga hari setelah pengumuman di Kejaksaan Agung, menetapkan status Antasari Azhar sebagai tersangka.

Namun, tidak ada keterangan mengenai motif motif dari pembunuhan itu.

Pengumuman itu dilakukan pada siang hari, setelah pada pagi harinya polisi memeriksa Antasari.

Antasari Azhar pun harus ditahan di Rumah Tahanan Narkoba Polda Metro Jaya. Dia diancam hukuman pidana seumur hidup karena dikenai Pasal 340 KUHP mengenai pembunuhan berencana.

Pemberitaan soal Antasari Azhar terus membesar.

Bantah pertemuan

Sementara itu, Jaksa Agung Hendarman Supandji membantah adanya pertemuan khusus menjelang penahanan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Antasari Azhar.

"Enggak," katanya ketika dikonfirmasi ada tidaknya pertemuan khusus itu. Dia hanya menjawab singkat seperti itu ketika ditemui seusai mengikuti Rapat Koordinasi Penanganan Perkara Perselisihan Hasil Pemilu di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Kamis.

Yang dibantah itu menyebutkan, sebelum penahanan terhadap Antasari, sempat digelar pertemuan dengan sejumlah pihak terkait kasus dugaan pembunuhan terhadap Direktur PT Putra Rajawali Banjaran (PRB) Nasrudin Zulkarnaen.

Jaksa Agung kemudian menyatakan, kejaksaan sudah menerima Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) dari pihak kepolisian.

"Saya hanya menerima surat pemberitahuan dimulainya penyidikan. Karena locus delictie (tempat kejadian) perkara itu ada di wilayah Kejati Banten, maka saya minta untuk ditunjuk jaksa pada Kejati Banten," katanya.

Ketika ditanya wartawan mengenai sikap kejaksaan yang mengumumkan Antasari Azhar sebagai tersangka mendahului pernyataan kepolisian sebagai bentuk rivalitas dengan KPK, Jaksa Agung menjawabnya, "kalau membalas, itu kan dipukul lalu membalas mukul, ini tidak ada," katanya.

Ia juga menyatakan, pengumuman kejaksaan mengenai status Antasari Azhar sebagai tersangka dalam kasus pembunuhan itu karena ditanya wartawan.

Keterangan Jaksa Agung itu bertentangan dengan fakta jumpa pers pada Jumat (1/5). Ketika itu, nama AA yang disebut sebagai aktor intelektual keluar dari mulut Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Jasman Pandjaitan.

Saat itu, Jasman sedang mengumumkan surat rahasia Polri yang diterima Kejaksaan Agung. Jadi bukan pada saat tanya jawab dengan wartawan.

Pengacara Juniver Girsang SH, yang menjadi para pembela Antasari Azhar, mengatakan, ada skenario besar di balik kasus pembunuhan Nasarudin Zulkarnain.

"Ada pihak lain yang ingin mengarahkan agar Antasari jadi tersangka," kata Jurniver Girsang.

Dia mengatakan, pemberitaan tentang Antasari menyangkut kasus pembunuhan Nasarudin itu dianggap berlebihan sehingga terkadang mendahului penyidik dan ada pula yang menyebutkan Antasari menjadi tersangka.

Menurut Girsang, tidak tertutup kemungkinan dalam kasus tersebut Antasari diarahkan sebagai tersangka karena ia sering mengungkap kasus korupsi dengan skala besar.

Kuasa hukum Ari Yusuf Amir menyesalkan sikap kejaksaan yang mengumumkan status kliennya sebagai tersangka.

"Kita menyesalkan sikap kejaksaan, karena itu bukan kewenangannya," katanya kepada ANTARA News.

Ia mengatakan, sikap kejaksaan itu terlalu cepat menyimpulkan.

Masyarakat curiga

Penetapan status tersangka kepada Antasari Azhar itu juga menjadi tanda tanya dari anggota masyarakat.

"Saya tidak percaya dengan tuduhan terhadap Antasari Azhar, dia kan sedang gigihnya melawan korupsi. Tentunya dia banyak musuhnya," kata salah seorang warga yang sengaja datang ke Polda Metro Jaya saat menjelang pemeriksaan terhadap Antasari Azhar.

Keluarga Antasari Azhar juga menyatakan ketidakpercayaan atas tuduhan itu.

"Saya yakin seratus persen, tidak mungkin Antasari Azhar berbuat sebodoh itu," kata Ariman Azhar, kakak kandung Antasari Azhar.

Ia menjelaskan adik kandungnya itu memiliki dua anak perempuan, yang sudah menjadi dokter hingga tidak mungkin melakukan tindakan seperti itu.

Ketika ditanya apakah dalam kasus itu, adik kandungnya menjadi korban konspirasi, dia menjawab "No comment".

Hal senada dikatakan rekan Antasari Azhar bernama Yuniar. Rekan ketika saat sama-sama mengambil program S2, Yuniar yang mengatakan dirinya tidak percaya dengan yang disangkakan terhadap rekannya tersebut.

"Saya tidak percaya. Ini ada konspirasi. Apalagi dia jadi Ketua KPK banyak kasus korupsi yang ditangani. Saya tahu pribadi dia," kata rekan kuliah S2 Antasari itu.

Share/Save/Bookmark

PDI Perjuangan: BI Selamatkan Bank Milik Terpidana

Ketua Fraksi PDI Perjuangan di DPR RI, Tjahjo Kumolo, atas nama fraksinya menyatakan kecewa atas sikap Bank Indonesia dan KKSK yang memutuskan untuk melakukan penyelamatan Bank Century milik seorang terpidana.

"Kan Pengadilan telah memutuskan kejahatan tindak pidana perbankan atas kasus Robert Tantular (Bank Century), kemudian Bank Indonesia (BI) dan KKSK memutuskan menyelamatkan Bank Century," ungkapnya kepada ANTARA di Jakarta.

Hal lain yang membuat Fraksi PDI Perjuangan kecewa dan menyatakan ini sebagai sebuah pelanggaran, menurutnya, ialah, Negara menggunakan dana negara.

"Jelas, Negara menggunakan dana yang bersumber dari FPJP dan PMS yang berasal dari LPS yang juga merupakan uang Negara/Rakyat," tegasnya.

Hal ini, demikian Tjahjo Kumolo, merupakan sebuah tindak pelanggaran yang tidak bisa didiamkan begitu saja.

"Sebab, uang Negara/Rakyat digunakan untuk menanggulangi akibat (sebuah) kejahatan tindak pidana perbankan yang dilakukan oleh Robert Tantular/Bank Century," katanya.

Tjahjo Kumolo kemudian menyatakan pula, fraksinya akan tetap konsisten membawa berbagai pelanggaran ini, juga tindakan lainnya yang melanggar aturan, untuk direkomendasikan agar ditindaklanjuti secara yuridis.

Share/Save/Bookmark

Tjahjo: Ada Kesan Ancaman Sistematis Atas Pansus, Fraksi

Ketua Fraksi PDI Perjuangan di DPR RI, Tjahjo Kumolo mengungkapkan, gelagat politik selang Selasa (16/2) ini mencuatkan suatu suasana kurang bagus, karena terasa ada tekanan bahkan terkesan ancaman terhadap para anggota Pansus Angket Kasus Century.

"Tekanan dan tekanan politik, bahkan ancaman kepada para anggota Pansus itu juga terjadi di lingkup pimpinan fraksi yang dilakukan secara terencana dan sistematis," ungkapnya lagi kepada ANTARA, di Jakarta.

Suasana ini, menurutnya, menunjukkan ada pihak yang benar-benar mulai kalap dan panik, karena `megaskandal` Bank Century itu akhirnya terkuak, berdasarkan bukti-bukti di lapangan maupun hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

"Kesaksian berbagai dokumen maupun data lainnya menunjukkan, bahwa ada skandal perbankan yang sangat rapi, sistematis dan terencana. Juga modus penyalahgunaan wewenang dan pelanggaran dalam kebijakan `bailout` uang Negara Rp6,7 Triliun itu melibatkan banyak pihak," ujarnya.

Mereka yang terlibat dimaksud, demikian Tjahjo Kumolo, mulai dari kalangan Bank Indonesia (BI), oknum pejabat Kementerian Keuangan (Kemenkeu), pemilik bank, sampai ke nasabah meskipun sebagian terindikasi fiktif, sebagaimana temuan tim-tim Pansus barusan.


Tantangan Bagi Dewan

Semua ini, menurut Tjahjo Kumolo, merupakan tantangan bagi DPR RI dan seluruh Rakyat Indonesia, terlebih khusus para aparat penegak hukum, terutama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Kini kami membutuhkan dukungan moral rakyat Indonesia untuk melawan secara terbuka pelaku kejahatan ini, dan membongkar megaskandal tersebut, sekaligus menghukum siapa pun yang terbukti terindikasi terlibat," tandasnya.

Karena itu, Tjahjo Kumolo meminta semua anggota Pansus, agar harus berani merekomendasikan hal-hal yang sangat perlu kepada Penegak Hukum dan Rakyat Indonesia untuk ditindaklanjuti.

"Sebab, indikasi penyimpangan sudah jelas. Makanya para Penegak Hukum mesti didorong dan diberi keberanian moral untuk mengusut tuntas megaskandal tersebut, jika tidak ingin hal tersebut menjadi ancaman bagi Negara dan menjadi santapan para `penjahat krah putih`," katanya.

Fraksi PDI Perjuangan, menurut Tjahjo Kumolo, akan dengan tegas mengawal semua anggota Pansus Angket Kasus Century agar bisa secara gagah berani mampu mengartikulasikan segala temuannya, membongkar berbagai penyimpangan akibat `megaskandal` Bank Century, sebagaimana harapan Rakyat Indonesia.

Share/Save/Bookmark

PDIP Tolak Calon Pemimpin Yang Andalkan Uang

Wakil Ketua Komisi II DPR dari Fraksi PDI Perjuangan Ganjar Pranowo, Jumat, menyatakan partainya menolak calon-calon gubernur, bupati dan walikota yang hanya mengandalkan kekuatan uang untuk memenangkan Pemilu Kepala Daerah (Pemilukada).

"Saya setuju dilakukan proses yang ketat dalam rekrutmen calon pemimpin di daerah oleh setiap Parpol. Jangan hanya dipilih calon cuma karena dia punya uang banyak dan bisa `membeli` suara rakyat lewat pesta `money politics` yang ditebarkan melalui bermacam cara," katanya kepada ANTARA menanggapi hasil sebuah diskusi dipandu Anis Baswedan di satu stasiun televisi.

Ganjar melanjutkan, "Kita semua kini butuh pemimpin yang benar-benar bersih, berprestasi dan memiliki karakter pemimpin mengayomi rakyat, tidak hanya terpilih karena kekuatan uang."

Ganjar juga menyetujui kesimpulan dari diskusi itu mengenai mahalnya biaya Pemilukada yang relatif tidak mendorong terjadinya percepatan pembangunan dan peningkatan kesejahteraan rakyat di daerah.

Malahan, menurutnya, pemimpin-pemimpin yang lahir karena kekuatan uang lebih sering terjerat kasus-kasus tindak pidana korupsi dan membuat rakyat di daerahnya makin menderita karena terabaikan.

"Karenanya, saya setuju dengan upaya menghadirkan pemimpin daerah yang benar-benar bersih, berprestasi dan memiliki karakter pemimpin mengayomi rakyat, tidak hanya terpilih karena kekuatan uang," tandas Ganjar.

Share/Save/Bookmark

Rabu, Februari 10, 2010

KPK Periksa Direktur Bantuan Sosial Kemsos

Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Direktur Bantuan Sosial, Kementerian Sosial, Teguh Haryono dalam kasus dugaan korupsi pengadaan mesin jahit dan impor sapi di Departemen Sosial pada 2004 dan 2007.

"Yang bersangkutan dimintai keterangan sebagai saksi," kata Juru Bicara KPK, Johan Budi di Jakarta.

Menurut Johan, Teguh memenuhi panggilan KPK untuk menjalani pemeriksaan. Namun, Johan tidak bersedia menjelaskan substansi pemeriksaan.

Dalam kasus yang sama, KPK juga memanggil Sekretaris Direktorat Jenderal Bantuan Jaminan Sosial, Purnomo Sidik. Namun, sampai berita ini diturunkan, belum ada keterangan resmi tentang kedatangan Purnomo.

KPK telah menetapkan mantan Menteri Sosial, Bachtiar Chamsyah sebagai tersangka kasus tersebut.

Bachtiar diduga mengetahui proses pengadaan mesin jahit dan impor sapi yang awalnya akan disalurkan kepada fakir miskin. KPK menganggap telah terjadi penunjukan rekanan secara langsung dan penggelembungan harga dalam proyek itu, sehingga mengakibatkan kerugian negara.

Perhitungan awal menunjukkan kasus pengadaan mesin jahit pada 2004 senilai Rp51 miliar itu telah merugikan negara sekira Rp24 miliar. Sedangkan proyek impor sapi senilai Rp19 miliar diduga merugikan negara sekira Rp3,6 miliar.

Tim penyidik KPK menjerat Bachtiar dengan pasal 2 ayat (1) dan atau pasal 3 dan atau pasal 11 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) kesatu KUHP.

KPK mulai menyelidiki kasus impor sapi sejak 2007 dan meningkatkannya ke tahap penyidikan pada awal 2009. Meski sudah masuk penyidikan, KPK tidak segera mengumumkan tersangka kasus itu.

Kasus impor sapi terjadi pada 2004, saat Departemen Sosial dipimpin oleh Bachtiar Chamsyah.

Pada 2007, Komisi Pemberantasan Korupsi gencar menertibkan rekening liar di Departemen Sosial. Rekening tersebut awalnya diduga untuk membiayai proyek pengadaan sapi, mesin jahit, dan sarung di departemen tersebut.

Audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada 2005 juga menyimpulkan adanya beberapa dugaan penyimpangan, termasuk pada proyek pengadaan sapi dan mesin jahit.

Sumber informasi menyebutkan, proyek impor sapi dilakukan melalui penunjukan rekanan secara langsung oleh Direktorat Jenderal Bantuan Jaminan Sosial Departemen Sosial yang saat itu dipimpin oleh Amrun Daulay, melalui surat usulan nomor 48 D/BP-BSFM/IX/2004.

Alhasil, Departemen Sosial menggandeng sebuah perusahaan sebagai rekanan. Perusahaan itu bertugas mengimpor 2.800 ekor sapi Steer Brahman Cross dari Australia.

Ketika proyek berjalan, perusahaan itu diduga menjual sejumlah ekor sapi. Pada akhirnya, perusahaan itu tidak mampu menyetor 900 ekor sapi.

Namun, kekurangan itu diduga disembunyikan dan seolah-olah proyek berjalan sesuai rencana. Sejumlah sumber informasi menyatakan, pemilik perusahaan itu diduga mendapat bantuan dari pengusaha lain untuk menutup kekurangan sapi tersebut.

Share/Save/Bookmark