Rabu, November 04, 2009

Ribuan Aktivis Turun Jalan

Solidaritas atas penahanan Chandra M. Hamzah dan Bibit S. Riyanto terus mengalir. Sejumlah kalangan menilai, proses tersebut sudah mencederai keadilan. Apalagi, proses hukum terhadap Chandra-Bibit sejak awal diisi beragam keganjilan.

Gerakan Cicak (Cinta Indonesia Cinta KPK) menyerukan agar masyarakat mengenakan atribut warria hitam. Bukan hanya dari Cicak, seruan serupa juga disampaikan Solidaritas Indonesia Bersih. "Kami mengajak masyarakat melawan ketidakadilan," kata Illian Deta Arta Sari, koordinator bidang Monitoring Hukum dan Peradilan ICW, kemarin.


Atribut itu, misalnya, menyematkan pita hitam di dada kiri atau inengikatkan pita di lengan kiri. Itu merupakan upaya mematikan KPK. "Kami mengajak masyarakat untuk peduli nasib bangsa. Jangan harap negara ini makmur apabila korupsi masih merajalela dan kelidakadilan dibiarkan," urai Illian.


Perempuan berjilbab itu menjelaskan, dalam kasus yang dialami Chandra dan Bibit terlihat ada skenario besar. Yang ironis, hal itu diduga melibatkan petinggi-petinggi lembaga penegak hukum. "Ini harus diusut tuntas," tegasnya.

SMS (pesan singkat) berantai pun disebarkan untuk menyampaikan seman itu. "Sebarkan karena kita tidak mau Indonesia dibajak koruptor," bunyi SMS yang diterima koran ini.

Aksi solidaritas dengan aksi bersama juga akan dilangsungkan di Bundaran Hotel Indonesia (HI) siang ini. Sejumlah komponen masyarakat bakal bergabung. Di antaranya, ICW, KRHN, Imparsial, Kontras, dan LBH Jakarta.

Demo Besar-besaran

Ribuan aktivis mahasiswa juga bakal menggelar aksi massa besar-besaran hari ini. Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), misalnya. Ketua Umum PB HMI Arif Mustofa menginstruksi semua perwakilan HMI di seluruh wilayah Xusantara turun ke jalan. Mereka bakal mendemo kantor kepolisian mulai dari polsek, polwil, hingga polda. "Ada 321 ribu aktivis siap turun di daerah masing-masing," katanya di Jakarta. Massa HMI, kata Arif, turun ke jaSan dengan satu tuntutan: Bebaskan Bibit dan Chandra!

Khusus di Jakarta, HMI akan beraksi semalam suntuk. Mereka memulai aksi dengan menggelar mimbar bebas di Bundaran Hotel Indonesia (HI) kemudian long march ke Istana Negara, kantor KPK. dan berakhir di Mabes Polri. Malamnya, mereka menyalakan lilin mengelilingi Bundaran Hi. "Kami melihat ada upaya mempermainkan hukum dalam penahanan Bibit dan Chandra. Ini tak bisa dibiarkan." tegasnya.

Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) juga siap menurunkan massa. Ketua Umum KAMMI Pusat Rijalul Imam sudah mengorder elemen KAMMI di daerah untuk turun ke jalan hari ini. Mereka menuntut Presiden SBY Turun langsung menyelesaikan karut-marut kasus perscteruan KPK-Polri alias cicak rnelawan buaya ini.

Massa KAMMJ yang siap turun sekitar 50 ribu orang. Mereka akan menggelar mimbar bebas di semua daerah perwakilan KAMMI. 7'Mereka menyatakan sudah siap dan langsung turun menyampaikan tuntutannya," katanya.

Sikap SBY sendiri. kata Rjjal, cukup mencurigakan, Saat perseteruan KPK-Polri memanas, dia enggan turun tangan. Namun, saat Bibit dan Chandra ditetapkan sebagai tersangka, tiba-tiba SBY langsung menerbitkan perppu untuk memilih Pit menggantikan tiga pimpinan KPK. "SBY tak konsisten," katanya.

Perhimpunan Mahasiswa Islam Indonesia (PM1I) juga kesal atas penahanan Bibit dan Chandra. Sekjen PB PMI1 Zaini Shofari mengatakan, insiden itu menunjukkan karakter sejati Polri. "Polisi gandrung kekerasan. Mereka bisanya cuma asal tangkap," tegasnya.

Lebih jauh, kata Zaini, karut-marut kasus perseteruan cicak dan buaya itu memberi aib pada pemerintahan SBY. Menurut dia, SBY tak lagi bisa membanggakan stabilitas dan kepastian hukum yang selama ini dia banggakan. "Ini api dalam sekam pemerintahan SBY," katanya.

Apalagi, kata Zaini, perseteruan itu terjadi pada masa "honeymoon" program seratus hari pemerintahan SBY. Citra positif yang ingin ditunjukkan bakal sulit terwujud. "SBY sendiri terkesan abai terhadap kasus ini," katanya.

Dukungan untuk dua pimpinan nonaktif KPK itii juga terus muncul melalui situs jejaring sosial, Facebook. Seperti ditulis koran ini, dukungan itu ditampung dalam grup dengan nama Gerakan 1.000.000 Facebookers Dukung Chandra Hamzah & Bibit Samad Riyanto,

Komentar-komentar yang muncul dari para pengguna Facebook terus mengalir dalam grup yang dimoderatori Usman Yasin. dosen Universitas Muhammadiyah Bengkulu. Sejak diluncurkan Jumat pagi (30/10), member grup tersebut hingga tadi malam pukul 22.20 mencapai 267.991.

Komentar yang di-posting pengguna Facebook bukan hanya tentang dukungan kepada KPK atau kritik terhadap polisi. Namun, juga ucapan selamat ulang tahun untuk Bibit yang memperingati HUT-nya 3 November besok. "Pak Bibit, yang sabar. Jaga kesehatan. Jangan sampai gula darahnya naik. Sebentar lagi ultah ya, Pak. Di rutan gak usah pake kue Tarya...." tulis Nur Ayu Himmah.

Panggil Tokoh Nasional

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) secara mendadak memanggil sejumlah tokoh nasional ke wisma negara di kompleks Islana Kepresidenan tadi malam. Mereka dipanggil untuk membahas penahanan Wakil Ketua KPK Bibit Samad Rianto dan Chandra M. Hamzah.

Menurut sebuah sumber di istana, pertemuan yang dimulai sekitar pukul 21.20 itu dihadiri sejumlah tokoh masyarakat. Di antaranya, Rektor Universitas Islam Negeri Syaricf Hidayatullah Komarudin Hidayat, Rektor Universitas ParamadinaAniesBaswedan, guru besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana. dan Sekretaris Jenderal Transparansi Internasional Indonesia Teten Masduki.

Dalam pertemuan tersebut, SBY didampingi oleh Menko Polhukam Djoko Suyanto dan staf khusus bidang hukum Denny Indrayana. Setelah pertemuan yang berlangsung tertutup itu, Djoko mengungkapkan bahwa presiden berinisiatif mengundang para tokoh karena menyikapi dinamika dukungan terhadap Chandra dan Bibit yang terus berkembang.

"Simpati itu sangat diakomodasi. tetapi dengan tetap mengedepankan serta menjaga keharmonisan kehidupan sosial dan politik," kata Djoko dengan didampingi para tokoh yang diundang SBY. Presiden juga meminta solusi agar kondisi sosial politik tidak terganggu.

Beberapa saran itu disampaikan oleh Hikmahanto. Salah satunya, presiden tidak ikut campur tangan dalam proses hukum tersebut. "Kapolri bisa melakukan gelar perkara untuk kasus Pak Bibit dan Pak Chandra dengan melibatkan ahli independen yang dipercaya masyarakat." kata dia.

Tentu saja, gelar perkara itu dilangsungkan secara tertutup. "Itu untuk menilai apakah langkah polisi sudah tepat," ujarnya. Alternatif lainnyaadalahmengusulkanpembentukantim pencari fakta (TPF) dengan melihat bukti-bukti dan pasal-pasal yang disangkakan kepada dua pimpinan nonaktif KPK tersebut.

Yang terpenting, lanjut Hikmahanto, mereka yang terlibat dalam kasus tersebut harus diproses. Langkah itu bertujuan untuk menjamin transparansi. "Namun, segala sesuatunya terpulang kepada presiden," tcrangnya.

Anies Baswesdan menambahkan, suasana pertemuan dengan SBY itu berlangsung terbuka. Setiap orang yang hadir diberi kesempatan untuk mengungkapkan pendapat. Mereka bergiliran menyampaikan pendapat masyarakat soal penahanan Bibit dan Chandra.

"Kami sampaikan secara terbuka bahwa ada upaya sistematis untuk melemahkan KPK. Di saat lembaga negara lain tak bisa diharapkan, KPK muncul membawa harapan masyarakat," katanya.

Namun, kata Anies, tidak ada kesimpulan dari pertemuan tersebut. Termasuk kepastian apakah benar-benar akan dibentuk tim independen. Sebab, kata Anies. SBY hanya mcndengarkan masukan, tidak memberi kejelasan sikap dan tindak lanjut.

Keterangan resmi Presiden SBY yang membantah kriminalisasi KPK tidak rneredakan desakan masyarakat untuk mengungkap kasus dugaan rekayasa kriminalisasi KPK. Sikap presiden yang meminta Polri rnenyelidiki sumber rekaman hasil penyadapan KPK tentang rekayasa kriminalisasi KPK justru menuai protes dari masyarakat.

Selasa (3/11) Mahkamah Konstitusi (MK) mengagendakan untuk memperdengarkan rekaman pembicaraan sejumlah pejabat Polri dan Kejaksaan Agung dengan sejumlah orang dekat tersangka kasus tindak pidana korupsi tentang upaya rekayasa kasus hukum. Sejumlah pihak menilai, kriminalisasi pimpinan KPK itu bertujuan akhir untuk membubarkan KPK.


Share/Save/Bookmark

Tidak ada komentar:

Posting Komentar