Selasa, September 08, 2009

Dianggap Narsis, Rapor Mendiknas Selama 5 Tahun Merah

Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Bambang Soedibyo dinilai telah gagal meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Alih-alih memajukan pendidikan, Mendiknas dianggap malah narsis dengan menampilkan iklan-iklan di TV.

"Depdiknas saat ini malah cenderung narsis," ujar anggota Koalisi Pendidikan Ade Irawan di kantor ICW , Jl Kalibata Timur, Jakarta.

Depdiknas selama ini cenderung sekadar menjual nama program-programnya seperti sekolah gratis dan bantuan operasional sekolah yang digembar-gemborkan di media massa. "Kenyataannya, sekolah sekarang nggak gratis malah cenderung lebih mahal," kata Ade.

Ade mencontohkan, anggaran wajib belajar 2009 sebesar Rp 31,6 triliun justru lebih dialokasikan untuk Direktorat di bawah Depdiknas. Hanya Rp 20,4 triliun saja yang langsung dianggarkan ke Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah.

Sementara itu, Ade juga menyebutkan beberapa kebijakan Mendiknas yang dianggap salah yaitu merahasiakan dokumen-dokumen publik yang seharusnya dapat diakses publik serta keberadaan UN, UAS berstandar internasional, voucher pendidikan dan sekolah berstandar internasional.

"Jadi sekolah standar internasional malah justru dijadikan proyek untuk menambah anggaran dan boleh untuk mengambil pungutan-pungutan," tegas Ade.

Senin, September 07, 2009

Suciwati Siap Bawa Kasus Munir ke MI

Istri almarhum Munir SH, yakni Suciwati, siap membawa kasus kematian aktivis HAM itu ke Mahkamah Internasional (MI), tapi dirinya menunggu hasil sidang Peninjauan Kembali (PK) terhadap pembebasan Deputi V BIN, Muchdi Pr.

"Kami menunggu hasil sidang PK itu, kalau hasilnya Muchdi tetap bebas, maka kami akan bawa ke Mahkamah International," katanya kepada ANTARA News di sela-sela dalam diskusi di Fakultas Hukum (FH) Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Senin.

Ia mengemukakan hal itu di sela-sela diskusi bertajuk "Memperingati Hari Pembela HAM se-Indonesia dan 5 Tahun Meninggalnya Munir SH" yang digelar Forum Studi dan Advokasi Mahasiswa (ForSAM) FH Unair Surabaya.

Didampingi Dekan FH Unair Prof Zaidun SH MSi yang juga mantan rekan Munir SH di LBH Surabaya itu, ia mengaku pesimistis putusan dalam sidang PK Muchdi Pr akan berlangsung secara adil.

"Yang jelas, bila Muchdi Pr tidak jadi bebas, maka saya tidak akan melanjutkan kasus Munir SH ke Mahkamah Internasional, tapi saya akan minta jangan hanya Muchdi Pr yang di penjara, sebab ada tersangka lain seperti Deputi II BIN, Deputi IV BIN, dan lainnya," katanya.

Oleh karena itu, ia mendesak Presiden untuk menunjukkan komitmennya guna menegakkan hukum tanpa "tebang pilih", bahkan Presiden perlu melanjutkan kasus itu untuk mengungkap dalang yang sebenarnya.

"Salah seorang pejabat BIN dalam kesaksiannya mengaku Deputi II dan IV BIN memang ditugasi untuk membunuh Munir, karena itu Presiden harus mencari siapa yang memberi tugas atau perintah membunuh Munir itu," katanya.

Dalam kesempatan itu, Suciwati menduga ada beberapa fakta yang mengaitkan kematian Munir SH pada 7 September 2004 dengan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2004 tahap pertama.

"Suami saya itu sangat kritis dalam menolak capres militer, kemudian Kepala BIN saat itu, Hendropriyono, merupakan tim sukses capres sipil, tapi dia sebagai militer tidak ingin ada wacana sipil-militer dalam Pilpres 2004," katanya.

Namun, katanya, dirinya memahami kematian suaminya akibat sikap kritis Munir SH selama ini terhadap militer. "Bukan soal capres militer, suami saya sudah lama kritis terhadap militer, tapi bukan pada sosok militer, melainkan manajemen kekerasan yang digunakan militer," katanya.

Senada dengan itu, koordinator Kontras Surabaya, Andy Irfan, selaku pembicara lain dalam diskusi itu menegaskan bahwa beberapa kasus pelanggaran HAM selama ini membuktikan aktor yang paling banyak melanggar HAM adalah militer.

"Hingga kini, militer sendiri belum tersentuh dengan reformasi, karena itu banyak kasus pelanggaran HAM dengan banyak korban, tapi tidak ada pelakunya. Itu aneh tapi ada di Indonesia," katanya. (ant)

Pakar: Belum Ada Keseimbangan Penataan Pendidikan Nasional

Seorang pakar di bidang pendidikan Prof Dr Herman Chaeruman mengatakan meskipun sudah ada konsep pendidikan yang diperintahkan Undang-Undang, pada kenyataan belum ada keseimbangan penerapannya antara pemerintah dan dunia pendidikan.
"Sebagai contoh saja, ada Perguruan Tinggi (PT) yang dibiayai di suatu daerah tetapi ada PT yang tidak tersentuh sama sekali. Hal seperti inilah perlunya dilakukan bagaimana membuat perguruan tinggi ini menjadi seimbang," kata Rektor Universitas Mathla`ul Anwar (Unma) ini usai kuliah umum di Pandeglang, Banten.

Kuliah umum `Bertema Menjangkau Daerah Tertinggal melalui Pendidikan Tinggi, Peran Unma di Banten Selatan, menghadirkan pembicara mantan Rektor Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) Prof Dr Yoyo Mulyana dan Direktur Utama Perum LKBN ANTARA Dr Ahmad Mukhlis Yusuf.

Chaeruman mengatakan kendati ada Kopertis sebagai jembatan, sayangnya pemerintah daerahnya pula yang tidak mampu memahami kebutuhan pendidikan di wilayahnya, sehingga kembali terjadi ketimpangan dalam penataannya.

Ia juga melihat pembangunan sarana dan prasarana yang tidak merata yang terjadi hampir di semua PT, termasuk ketimpangan di segi sumber daya manusia yang mengajar (dosen) bahwa ada PT yang kelebihan dosen, dan tidak sedikit pula PT yang kekurangan dosen.

"Hal ini perlu dipikirkan pemerintah, apakah bisa dimutasikan dosen yang sudah terlalu banyak di suatu PT ke PT yang sangat kekurangan dosen," katanya.

Menyinggung tentang anggaran 20 persen yang diperuntukkan bagi pendidikan, Chaeruman mengatakan, agar anggaran tersebut dapat disalurkan sesuai dengan peruntukannya, maka perlu terlebih dahulu dilihat landasan dasar dari peruntukan dana tersebut.

"Kalau infrastrukturnya yang kurang maka digunakan untuk yang kurang tersebut. Jangan sampai terjadi, dana sudah dapat tetapi bingung menggunakannya," katanya.

Sementara itu, mantan Rektor Untirta Prof Dr Yoyo Mulyana mengatakan anggaran 20 persen untuk pendidikan itu akan terserap secara efektif dan produktif apabila sudah mampu menyiapkan SDM yang berkualitas.

Ada lima sikap dasar yang bisa menjadi acuan agar anggaran pendidikan 20 persen itu terserap sesuai dengan tujuannya, yaitu memiliki kejujuran, keterbukaan, berani mengambil risiko dan bertanggung jawab, punya komitmen yang menjadi pendorong yang sangat kuat, dan berbagi (sharing) tak menutup diri.

Jika kelima sikap itu sudah dimiliki, maka kecil kemungkinan anggaran pendidikan 20 persen tersebut tidak tepat sasaran.

Ia mengakui bahwa untuk menerapkan lima sikap dasar tersebut memang tidaklah mudah, karena itu perlu mengubah karakter secara manajerial dalam 5K, yaitu konsep, komitmen, konsisten terus-menerus, kompetensi dan konektivitas.

Dirut Perum LKBN ANTARA Dr Ahmad Mukhlis Yusuf melihat dari proses pendidikan di Indonesia termasuk Banten Selatan belum berjalan sesuai dengan harapan masyarakat, sehingga apa yang menjadi sasaran pendidikan belum dapat diwujudkan secara penuh dan komprehensif.

"Keadaan ekonomi yang belum sepenuhnya pulih, jumlah penduduk yang besar, kondisi geografis yang luas serta belum maksimalnya peran serta seluruh komponen masyarakat di bidang pendidikan menjadi kenyataan yang dapat memperlambat proses pembangunan pendidikan di daerah Banten Selatan," katanya.

Kendati demikian, kata Mukhlis, perlu disyukuri karena upaya signifikan telah dilakukan untuk mempercepat pembangunan pendidikan nasional dan penetapan anggaran pendidikan 20 persen dari APBN dan APBD menjadi indikator utama dimulainya percepatan peningkatan mutu pendidikan Indonesia.
Seorang pakar di bidang pendidikan Prof Dr Herman Chaeruman mengatakan meskipun sudah ada konsep pendidikan yang diperintahkan Undang-Undang, pada kenyataan belum ada keseimbangan penerapannya antara pemerintah dan dunia pendidikan.

"Sebagai contoh saja, ada Perguruan Tinggi (PT) yang dibiayai di suatu daerah tetapi ada PT yang tidak tersentuh sama sekali. Hal seperti inilah perlunya dilakukan bagaimana membuat perguruan tinggi ini menjadi seimbang," kata Rektor Universitas Mathla`ul Anwar (Unma) ini usai kuliah umum di Pandeglang, Banten.

Kuliah umum `Bertema Menjangkau Daerah Tertinggal melalui Pendidikan Tinggi, Peran Unma di Banten Selatan, menghadirkan pembicara mantan Rektor Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) Prof Dr Yoyo Mulyana dan Direktur Utama Perum LKBN ANTARA Dr Ahmad Mukhlis Yusuf.

Chaeruman mengatakan kendati ada Kopertis sebagai jembatan, sayangnya pemerintah daerahnya pula yang tidak mampu memahami kebutuhan pendidikan di wilayahnya, sehingga kembali terjadi ketimpangan dalam penataannya.

Ia juga melihat pembangunan sarana dan prasarana yang tidak merata yang terjadi hampir di semua PT, termasuk ketimpangan di segi sumber daya manusia yang mengajar (dosen) bahwa ada PT yang kelebihan dosen, dan tidak sedikit pula PT yang kekurangan dosen.

"Hal ini perlu dipikirkan pemerintah, apakah bisa dimutasikan dosen yang sudah terlalu banyak di suatu PT ke PT yang sangat kekurangan dosen," katanya.

Menyinggung tentang anggaran 20 persen yang diperuntukkan bagi pendidikan, Chaeruman mengatakan, agar anggaran tersebut dapat disalurkan sesuai dengan peruntukannya, maka perlu terlebih dahulu dilihat landasan dasar dari peruntukan dana tersebut.

"Kalau infrastrukturnya yang kurang maka digunakan untuk yang kurang tersebut. Jangan sampai terjadi, dana sudah dapat tetapi bingung menggunakannya," katanya.

Sementara itu, mantan Rektor Untirta Prof Dr Yoyo Mulyana mengatakan anggaran 20 persen untuk pendidikan itu akan terserap secara efektif dan produktif apabila sudah mampu menyiapkan SDM yang berkualitas.

Ada lima sikap dasar yang bisa menjadi acuan agar anggaran pendidikan 20 persen itu terserap sesuai dengan tujuannya, yaitu memiliki kejujuran, keterbukaan, berani mengambil risiko dan bertanggung jawab, punya komitmen yang menjadi pendorong yang sangat kuat, dan berbagi (sharing) tak menutup diri.

Jika kelima sikap itu sudah dimiliki, maka kecil kemungkinan anggaran pendidikan 20 persen tersebut tidak tepat sasaran.

Ia mengakui bahwa untuk menerapkan lima sikap dasar tersebut memang tidaklah mudah, karena itu perlu mengubah karakter secara manajerial dalam 5K, yaitu konsep, komitmen, konsisten terus-menerus, kompetensi dan konektivitas.

Dirut Perum LKBN ANTARA Dr Ahmad Mukhlis Yusuf melihat dari proses pendidikan di Indonesia termasuk Banten Selatan belum berjalan sesuai dengan harapan masyarakat, sehingga apa yang menjadi sasaran pendidikan belum dapat diwujudkan secara penuh dan komprehensif.

"Keadaan ekonomi yang belum sepenuhnya pulih, jumlah penduduk yang besar, kondisi geografis yang luas serta belum maksimalnya peran serta seluruh komponen masyarakat di bidang pendidikan menjadi kenyataan yang dapat memperlambat proses pembangunan pendidikan di daerah Banten Selatan," katanya.

Kendati demikian, kata Mukhlis, perlu disyukuri karena upaya signifikan telah dilakukan untuk mempercepat pembangunan pendidikan nasional dan penetapan anggaran pendidikan 20 persen dari APBN dan APBD menjadi indikator utama dimulainya percepatan peningkatan mutu pendidikan Indonesia.

Kak Seto Laporan Pencemaran Nama Baiknya

Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak Seto Mulyadi (Kak Seto) melaporkan dugaan kasus pencemaran nama baiknya ke Sentra Pelayanan Kepolisian (SPK) Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Senin.

Dalam laporan Nomor 2605/K/IX/2009, SPK Unit III itu, Kak Seto melaporkan seorang ibu rumah tangga bernama Martina Gunawan terkait dengan tiga tuduhan.

Tiga tuduhan itu yakni pencemaran nama baik (pasal 310 KUHP), fitnah (pasal 311 KUHP) dan perbuatan tidak menyenangkan (pasal 335 KUHP).

Kak Seto terpaksa melaporkan Martina karena Martina telah menuduhnya sebagai orang yang menculik anak Martina yakni Imanuel (13) dan Rafael (8).

Bahkan, Martina melaporkan Kak Seto ke Polda Metro Jaya atas tuduhan penculikan, pekan lalu.

"Kami tidak menculik kedua anak Martina, justru melindunginya," kata Kak Seto.

Kak Seto menjelaskan, kasus itu bermula ketika Martina bercerai dengan suaminya, Lucas dengan hak asuh anak jatuh ke tangan Martina.

Namun, kedua anaknya tidak mau bersama Martina karena mereka mengaku sering mendapatkan tindak kekerasan dari ibunya.

Tanggal 17 Pebruari 2009, Komnas Perlindungan Anak menerima penyerahan kedua anak dari Lucas dengan disaksikan petugas kepolisian.

Komnas pada 5 Maret 2009 lalu menyerahkan kedua anak itu ke Martina. "Sampai di sini, masalah sebenarnya selesai," kata Kak Seto.

Namun pada 28 Agustus 2009, kedua anak itu kabur dari rumah Martina di Jakarta Barat dengan alasan merasa tidak nyaman tinggal di rumah itu.

Sejumlah warga yang mengetahui keberadaan kedua anak itu lalu melaporkan hal itu ke Polres Metro Jakarta Barat.

"Kini, kedua anak itu berada di bawah perlindungan Polres Jakarta Barat. Jadi kedua anak bukan bersama kami di Komnas Perlindungan Anak tapi di bawah perlindungan polisi," katanya.

Tetapi, tanpa alasan yang jelas, Martina justru melaporkan Kak Seto ke Polda Metro Jaya, pekan lalu, dengan tuduhan penculikan.

Minggu, September 06, 2009

FESTIVAL DANAU TOBA DIUNDUR MENJADI 7 - 11 OKTOBER 2009

Tahun 2009 Festival Danau Toba dijadwalkan mundur, yang biasanya bulan juli menjadi bulan Oktober. Pihak panitia yakni Pemerintah Provinsi Sumut tidak berani mengambil resiko jika pelaksanaan Festival Danau Toba tetap dilaksanakan di bulan tersebut. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia pertengahan 2008 menjadi penyebab terhentinya pesta bergengsi bagi masyarakat Batak tersebut.


Festival Danau Toba sempat menjadi acara unggulan dalam menarik wisatawan untuk berkunjung ke Sumatera Utara. Dalam rangka menjaga konsistensi sebagai sebuah kelendar tetap kegiatan tahunan keparawisataan di Sumatera Utara, maka event PESTA DANAU TOBA tahun 2009 kembali di gelar.


Lingkup kegiatan dalam festival kali ini masih dalam bentuk budaya, seni, olahraga tradisional, kuliner, serta festival-festival adat Batak. Setiap kabupaten di sekitar kawasan Danau Toba menampilkan tarian dan budaya khasnya masing-masing.


PESTA DANAU TOBA 2009 merupakan bagian dari rangkaian kegiatan VISIT INDONESIA YEAR 2009 yang telah dipublikasikan oleh pemerintah pusat ke manca negara, dengan Danau Toba sebagai Destinasi Pariwisata Unggulannya.


Waktu Pelaksanaan : 7 – 11 Oktober 2009, bertempat di Kota Parapat



Share/Save/Bookmark