Minggu, November 08, 2009

Unjuk Rasa Pro KPK "Facebookers" Mulai Digelar

Ratusan pengguna jejaring sosial maya "Facebook" berbagai kalangan dan usia menggelar unjuk rasa mendukung dua pimpinan non aktif Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Chandra Hamzah dan Bibit Samad Rianto Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, Minggu pagi.

Sekalipun acara yang diprakarsai Forum Facebookers Peduli Keadilan KPK itu baru dimulai sekitar pukul 08.00 WIB, namun sejak pukul 07.00 WIB para peserta aksi telah berkumpul di sekitar Bundaran HI sehingga agak memacetkan arus lalu lintas.

Sekitar pukul 07:20 WIB sebagian dari peserta aksi melakukan olah raga bersama yang disebut "Senam Indonesia Sehat Melawan Korupsi".

Sementara itu, di bagian yang lain dari Bundaran Hotel Indonesia, para demonstran berorasi dan menggelar dialog interaktif mengenai kasus yang dihadapi Bibit dan Chandra.

Sejumlah poster dan spanduk bergambar buaya dan cicak juga tampak dibawa para peserta.

Menurut keterangan dari laman Direktorat Lalu Lintas Polda Metropolitan Jakarta Raya aksi itu akan berlangsung hingga pukul 12:00 WIB.

Setelah berorasi dan menggelar dialog interaktif para peserta aksi akan long march dari depan gedung Deutsch Bank hingga kantor KPK melalui Jl Imam Bonjol, Menteng, dan Jl HR Rasuna Said, Kuningan.

Sementara itu pada Sabtu (7/11) sekitar pukul 06:30 WIB Gerakan Sejuta "Facebookers" telah mencapai target dengan menggalang 1.000.000 pendukung.

"Ini adalah awal," kata pemrakarsa gerakan, Usman Yasin, dalam wawancara di Metro TV di Jakarta, Sabtu pagi.

Gerakan Sejuta "Facebookers" yang diprakarsai oleh Usman Yasin pada 29 Oktober 2009 itu dipicu dari aksi penahanan dua pimpinan KPK nonaktif, Bibit Samad Rianto dan Chandra Marta Hamzah karena dinilai polisi menghalang-halangi penyidikan.

Gerakan itu tidak hanya mendapat respons positif dari masyarakat dalam negeri, tetapi juga dari warga negara Indonesia (WNI) di luar negeri.

Bibit dan Chandra akhirnya ditangguhkan penahanannya oleh Mabes Polri sejak Selasa (3/11) malam.

Share/Save/Bookmark

Negara Terancam Jika Terjadi Persekongkolan Korupsi di Pemerintahan

Negara akan berada dalam ancaman ketika penguasa menjalankan kekuasaan tanpa kontrol dan bersekongkol dengan pengusaha untuk melakukan tindakan ilegal, seperti kasus korupsi di lembaga pemerintahan.

Hal itu terungkap dalam diskusi "Politik, Korupsi, dan Ujian Pemerintahan SBY Jilid II" yang digelar Pengurus Cabang Istimewa Muhamadiyah London bersama Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) UK dan Persatuan Pelajar Indonesia United Kingdom (PPI UK) bertempat di KBRI London.

Sekretaris ICMI UK Amika Wardana, dalam keterangannya kepada koresponden Antara London, Minggu, mengatakan, diskusi yang diikuti sekitar 50 peserta berbagai kalangan mendapat dukungan Atase Pendidikan dan Kebudayaan KBRI London.

Dikatakannya, diskusi yang digelar berbagai komponen organisasi masyarakat di Kerajaan Inggris itu merupakan bentuk kepedulian terhadap perkembangan terkini terkait konflik dua lembaga negara, KPK dan Kepolisian, yang menimbulkan keprihatinan masyarakat luas.

Diskusi menghadirkan tiga pembicara dari kalangan mahasiswa di antaranya kandidat PhD bidang ilmu hukum di University of Dundee Mohamad Mova Al Afghani, ahli politik ekonomi dari University of Exeter Intan Syah Ichsan, dan kandidat PhD bidang antropologi di University of Sussex Amich Alhumami.

Dalam diskusi panel dengan moderator Yusuf Arifin, wartawan BBC London terungkap bahwa korupsi yang melibatkan pemegang kekuasaan menimbulkan komplikasi politik sangat mendalam, yang menjadi awal dari perseteruan panjang antara KPK dan Kepolisian.

Amich Alhumami mengemukakan, praktik korupsi menjadi sedemikian kompleks ketika terkait dengan politik dan kekuasaan serta menyangkut pejabat tinggi negara, tokoh politik, dan partai politik.

Korupsi seringkali merupakan bagian dari transaksi ekonomi politik yang dilakukan melalui kontrak terselubung antara pemegang kekuasaan, elite parpol, dan pebisnis seperti skandal Anggoro-Anggodo, yang merusak prinsip dasar pengelolaan negara yang baik.

Pertempuran simbolis "Cicak vs Buaya", katanya, sejatinya menggambarkan ada pertarungan sengit di antara kekuatan-kekuatan politik yang dekat dengan pusat kekuasaan.

KPK yang berhasil menangkap, mengadili, dan memenjarakan para koruptor-jaksa, politisi, polisi, pengusaha, dan mantan pejabat BI, lanjutnya, dianggap mengganggu kepentingan banyak kelompok sehingga harus dilemahkan dan dikerdilkan melalui berbagai cara, termasuk kriminalisasi dua pimpinannya.

Selaku kepala pemerintahan, katanya, Presiden SBY harus membuktikan komitmen dalam upaya pemberantasan korupsi dan merealisasikan janji-janji politik selama kampanye seperti jargon partainya: "Katakan Tidak Pada Korupsi".

Sementara itu, Mohamad Mova Al Afghani mengemukakan, krisis kepercayaan pada institusi penegakan hukum di Indonesia berada pada titik kulminasi.

Menurut Mohamad Mova Al Afghani, Makelar Kasus (Markus) merupakan fenomena sistemik dalam penegakan hukum di Indonesia. Alih-alih menangkap orang yang mengaku mempersiapkan uang suap untuk penegak hukum, pemerintah berlindung di balik hukum positif dan melukai rasa keadilan masyarakat, ujarnya.

Sementara itu, lembaga perwakilan rakyat kehilangan fungsinya dalam melakukan kontrol terhadap penegakan hukum. Reformasi yang digulirkan pada tahun 1998 berada di ujung tanduk.

Masyarakat sipil dan mahasiswa harus terus aktif mengawal dan menyikapi perkembangan berbagai skandal penegakan hukum untuk mengembalikan proses reformasi kepada arah yang benar.

Sedangkan Intan Syah Ichsan menyoroti kemelut KPK dan Kepolisian yang hendaknya dilihat sebagai rangkaian kasus dana talangan Bank Century, yang mengandung kejanggalan dan sengaja ditenggelamkan oleh perseteruan dua lembaga negara penegak hukum.

Untuk itu, ujarnya pengusutan kasus dana talangan yang mencapai Rp 6,7 triliun harus tetap dilanjutkan dengan melakukan proses hukum atas dugaan adanya aliran dana ke partai pemenang pemilu.

Dikatakannya jika kasus pokok Bank Century ini tidak dituntaskan, dikhawatirkan justru akan memicu eskalasi gerakan perlawanan sipil dalam bentuk demonstrasi massa, yang dalam pekan-pekan terakhir mengalami peningkatan.

Masyarakat sipil dan kelas menengah harus mendorong proses reformasi dengan tetap berada dalam koridor hukum, demikian Intan Syah Ichsan.


Share/Save/Bookmark

Rabu, November 04, 2009

Dukung Bibit-Chandra, Gelombang Protes di Pusat dan Daerah Terus Berlanjut

Gelombang protes dan kecaman terhadap langkah kepolisian yang menahan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi nonaktif, Bibit S Rianto dan Chandra M Hamzah, diteriakkan berbagai elemen masyarakat di Tanah Air. Protes berupa pernyataan dan unjuk rasa itu, Senin (2/11), antara lain terjadi di Jakarta, Kota Solo di Jawa Tengah, Cirebon dan Majalengka di Jawa Barat, Banda Aceh di Nanggroe Aceh Darussalam, Medan di Sumatera Utara, dan Padang di Sumatera Barat.

Di Jakarta, ratusan peserta unjuk rasa dari Cintai Indonesia Cintai KPK beraksi di Bundaran Hotel Indonesia dan depan Istana Negara. Mereka mendesak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memberhentikan Kepala Polri Jenderal (Pol) Bambang Hendarso Danuri dan Kepala Badan Reserse Kriminal Susno Duadji dari jabatannya.


Di antara orator, ada pengamat politik Eep Saefulloh Fatah dan Yudi Latif. ”Aksi ini bentuk kemuakan publik atas perlawanan tindakan antikorupsi,” ucap Fadjroel Rachman, aktivis yang juga berunjuk rasa.

Dosen Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, Saifuddin Bantasyam, di sela-sela diskusi di Kantor Forum LSM Aceh di Banda Aceh mengatakan, menguatnya dukungan terhadap keberadaan KPK sebagai lembaga antikorupsi harus diterima sebagai kehendak masyarakat yang sudah tidak bersimpati terhadap kinerja polisi.

Share/Save/Bookmark

Kalangan DPR Tolak Usul Kenaikan Gaji Menteri

Anggota Komisi XI DPR RI Maruarar Sirait mengatakan pihaknya akan menolak usul kenaikan gaji menteri karena dinilai tidak tepat dalam situasi ekonomi saat ini.

"Dalam situasi ekonomi saat ini, di mana masih dampak krisis ekonomi masih dirasakan, dan masih banyak rakyat yang miskin gaji pejabat malah naik. Ini mengingkari kepercayaan masyarakat, untuk itu kita akan menolaknya," katanya di Jakarta, Selasa.

Menurut dia, hal ini sebagai bentuk pertanggungjawaban terhadap masyarakat yang telah memilihnya.

Ia menambahkan, untuk menaikkan gaji, Pemerintah harus mengajukannya kepada DPR, sebab gaji tersebut dibiayai oleh APBN."Di sinilah nanti kita akan tolak," katanya.

Menurut dia, pemerintah tidak bisa serta merta menaikkan gaji pejabat karena hal itu menyalahi prosedur yang berlaku, sebab kenaikan gaji pejabat harus disertai dengan alasan yang kuat.

"Kenaikan gaji pejabat tersebut harus diimbangi oleh kinerja yang diberikan serta target-target apa yang telah mampu diselesaikan, dan apa yang akan dikejar, sehingga jelas ukurannya," katanya.

Menurut dia, kenaikan gaji sebaiknya lebih diberikan kepada para pegawai kecil yang sangat terkena dampak dari inflasi.

"Mereka ini yang rentan, bukan para pejabat, gaji mereka jelas di atas biaya hidup yang memadai, kalaupun terkena inflasi, mereka yang berkurang pada sisi tabungan, beda kalau yang kecil, yang langsung terkena ya konsumsi mereka, mana bisa mereka menabung," katanya.


Share/Save/Bookmark

Dana Penelitian Depdiknas Naik Jadi 1,057 Triliun

Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) menaikkan anggaran penelitian hingga enam kali lipat dari semula hanya Rp173 miliar menjadi Rp1,057 triliun.

Dirjen Pendidikan Tinggi (Dikti) Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas), Prof Dr Fasli Jalal mengemukakan, pemerintah berkomitmen penuh dalam melaksanakan amanah undang-undang dengan menaikkan anggaran pendidikan hingga mencapai 20 persen dari total APBN.

Melonjaknya anggaran pendidikan, berimbas pada peningkatan biaya penelitian yang disponsori oleh Depdiknas. Kenaikan tersebut terbilang fantastis, karena naik hingga enam kali lipat lebih dibandingkan dengan anggaran serupa yang dikeluarkan Depdiknas sebelumnya.

Pada tahun 2008 lalu, Depdiknas hanya menganggarkan dana penelitian sebesar Rp173 miliar. Untuk tahun 2009 anggaran tersebut dinaikkan menjadi Rp 1,057 triliun.

"Dana penelitian pada tahun 2008 sebesar Rp 173 miliar. Tahun 2009 dinaikkan hingga Rp 1,057 triliun," papar Prof Fasli Jalal saat mengikuti stadium general yang digagas Fakultas Ekologi Manusia (FEMA) IPB di kampus IPB Darmafa, Bogor, Jawa Barat, Selasa.

Dana penelitian tersebut, papar Fasli Jalal diperuntukkan sebagai hibah, yakni mulai hibah kompetensi, hibah prioritas nasional, hibah unggulan nasional, publikasi internasional, pengembangan potensi pendidikan, disertasi doktor dan peneliti rekayasa.

Tingginya biaya penelitian tersebut, lanjut Fasli, diharapkan dapat meningkatan produktivitas dan kualitas akademik.

Langkah tersebut ditempuh dengan meningkatkan jurnal ilmiah menjadi terakreditasi nasional dan internasional, bantuan pengembangan organisasi profesi, langganan E-Journal yang bisa diakses gratis oleh seluruh perguruan tinggi negeri (PTN) maupun perguruan tinggi swasta (PTS) di seluruh Tanah Air serta pemilihan 50 orang inventor dengan prestasi luar biasa.


Share/Save/Bookmark