Rabu, September 09, 2009

Jaksa Tunda Pelimpahan Berkas Antasari ke Pengadilan

Jaksa Penuntut Umum (JPU) menunda pelimpahan berkas Antasari Azhar ke pengadilan dengan alasan menunggu perkembangan proses pengadilan lima terdakwa pembunuhan terhadap Direktur Utama PT Putra Rajawali Banjaran, Nasrudin Zulkarnain, yang kini berlangsung di Pengadilan Negeri Tangerang.

Jaksa Agung Hendarman Supanji usai menghadap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Istana Negara, Jakarta, Rabu, membantah alasan penundaan itu karena minimnya bukti yang dimiliki oleh JPU untuk mendakwa Antasari sebagai otak pembunuhan Nasrudin.

Menurut dia, berkas dakwaan yang ada sekarang telah mencukupi namun jaksa ingin mencakup perubahan-perubahan fakta yang mungkin terungkap dalam proses persidangan di PN Tangerang sehingga dakwaan terhadap Antasari lebih kuat.

Bahkan, Hendarman mengatakan, JPU bukan hanya memikirkan keberhasilan tuntutan terhadap Antasari, tetapi juga mencari peluang untuk menuntut hukuman maksimal.

"Kan tuntutannya bisa lebih maksimal nantinya, tuntutan bisa lebih," ujarnya.

Hendarman mengatakan, ia sudah menggelar ekspose perkara dengan JPU yang menangani surat dakwaan Antasari dan telah menyetujui penundaan pelimpahan berkas Antasari ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk menunggu perkembangan pengadilan di Tangerang.

Saat ini, lima terdakwa pembunuhan terhadap Nasrudin telah disidangkan di PN tangerang, yaitu Hendrikus Kia Walen, Heri Santosa, Daniel Daen, Fransiskus Tadcon Kerans, dan Eduardus Noe Ndopo Mbete, yang dituduh sebagai eksekutor pembunuhan.

"Kalau kita limpahkan, kita hanya percaya pada berkas maka kalau nanti ada hal-hal berkembang di Tangerang nanti, kita tidak bisa masuk lagi. Daripada resiko, maka kita tunggu persidangan itu," tuturnya.

Untuk itu, Hendarman menjelaskan, JPU telah meminta perpanjangan penahanan terhadap Antasari kepada Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Sesuai pasal 25 KUHAP, jaksa dapat menahan terdakwa untuk 20 hari dan dapat diperpanjang lagi sesuai dengan pasal 29 untuk waktu 2x30 hari.

"Oleh karena itu kita perpanjang penahanan Antasari untuk mendengar proses persidangan di Tangerang. Sekarang kita minta kepada hakim perpanjangan 30 hari. Kemudian kita juga ingin merumuskan juga secara strategis, yaitu ada Williradi, Sigit, ini mana yang harus didahulukan, karena ini berubah-ubah keterangannya," tuturnya.

Setelah JPU merasa cukup mendengar perkembangan proses pengadilan di Tangerang, lanjut Hendarman, maka akan ditentukan kapan waktu tepat untuk melimpahkan berkas perkara Antasari ke PN Jakarta Selatan.

Hendarman menjamin berkas berkara Antasari yang sudah berada di kejaksaan tidak perlu dikembalikan lagi ke penyidik kepolisian karena hanya menunggu perkembangan proses pengadilan Tangerang tanpa perlu lagi meminta keterangan saksi-saksi baru.

Pasal yang didakwakan terhadap Antasari, lanjut dia, juga tidak akan mengalami perubahan yaitu pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana yang ancaman hukuman maksimalnya adalah pidana mati.

Hendarman menjelaskan surat pemberitahuan status terdakwa Antasari kepada Presiden Yudhoyono juga harus tertunda karena penundaan pelimpahan berkas Antasai ke Pengadilan.

Ia berencana mengirimkan surat pemberitahuan itu setelah berkas perkara Antasari dilimpahkan ke PN Jakarta Selatan sehingga Presiden Yudhoyono dapat mengeluarkan surat pemberhentian tetap Antasari dari jabatannya sebagai Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi.

Terdakwa Kasus PGN Trijono Divonis Empat Tahun

Terdakwa kasus korupsi Perusahaan Gas Negara (PGN), Trijono, dijatuhi hukuman empat tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider empat bulan kurungan dalam sidang di pengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor) di Jakarta, Rabu.

Mantan General Manager PGN wilayah II Jawa Timur itu dinilai terbukti bersalah dalam kasus korupsi proyek pembangunan jaringan distribusi gas PGN pada 2002 hingga 2003.

"Terdakwa terbukti bersalah telah melanggar pasal 11 dan pasal 12 huruf i UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah menjadi UU No 20 Tahun 2001 tentang pmberantasan tindak pidana korupsi", jelas ketua majelis hakim, Sutiono.

Trijono juga terbukti telah menerima uang senilai Rp1,3 miliar dari rekanan PGN dalam proyek tersebut yaitu Rp80 juta dari CV Duta Buana, Rp465 juta dari PT Bakrie Pipes Industries, Rp100 juta dari PT Centram, dan Rp85 juta dari PT Kastilmas Persada.

Kemudian Rp394 juta dari PT Penta Pratama, Rp182 juta dari Muh Adha Muliantoro (CV Bali Graha Surya), dan Rp55 juta dari PT Hokki Kita Timur Raya. Sementara untuk kasus penyewaan mobil, terdakwa diminta mengganti sebesar Rp234 juta.

"Sedangkan untuk dugaan pelanggaran terhadap pasal 12 huruf E Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tentang pemerasan dengan menyalahgunakan kekuasaan, terdakwa dinilai tidak bersalah," lanjut Sutiono.

Belum ada keputusan dari terdakwa maupun jaksa penuntut umum mengenai kemungkinan naik banding dalam kasus ini.

"Masih pikir-pikir," ujar Trijono maupun jaksa penuntut umum ketika ditanya oleh majelis hakim.

Selain Trijono, kasus ini juga telah menyeret Direktur Utama PT PGN, Washington Mampe Parulian Simanjuntak sebagai tersangka.

Guru Besar UI: Ada Salah Persepsi Soal "Klaim Malaysia"

Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI) Prof Dr Hikmahanto Juwana menegaskan bahwa telah terjadi salah pengertian soal penggunaan budaya Indonesia oleh Malaysia dan pemerintah harus menjelaskan duduk persoalan yang sebenarnya.

"Pemerintah harus meredam situasi yang bisa memicu kebencian yang lebih jauh masyarakat Indonesia terhadap Malaysia, dengan memberikan penjelasan yang benar," katanya kepada ANTARA di Jakarta, Rabu.

Menurut Hikmahanto, penggunaan Tari Pendet oleh iklan promosi pariwisata Malaysia bukanlah klaim negara itu atas seni budaya Indonesia. Demikian juga promosi wisata di Pulau Jemur milik Indonesia oleh Malaysia, bukan berarti mereka mengklaim pulau tersebut.

"Jadi banyak tanggapan yang muncul akibat salah persepsi itu, termasuk pejabat yang memberikan tanggapan salah sehingga membuat masyarakat menyimpulkan memang ada klaim Malaysia itu," katanya yang meraih penghargaan British Achieving Award dari Pemerintah Inggris

Oleh karena itu, menurut Hikmahanto, sudah saatnya pemerintah melakukan komunikasi yang baik kepada publik dan menjelaskan kesalahan persepsi itu.

Dua hal lain yang harus dilakukan pemerintah, pertama memberikan penjelasan kepada masyarakat untuk tidak melakukan tindakan sepihak karena masalah itu diselesaikan melalui jalur antarnegara.

"Andai negara bermusuhan jangan sampai menyeret setiap warga dari dua negara untuk bermusuhan. Kita tidak bisa menyalahkan warga negara Malaysia yang ada di sini atas sikap negaranya," katanya yang pernah menulis buku "Masalah Kepemilikan Sipadan Ligitan".

Dan kedua, Pemerintah Indonesia harus berkomunikasi dengan Pemerintah Malaysia tentang berbagai isu sensitif. "Tunjukkan dialog itu di depan publik Indonesia bahwa kedua negara tengah berusaha menyelesaikan perbedaan pandangan," katanya.

Dalam dialog antarnegara itu, Indonesia harus mengajak Malaysia untuk melokalisir permasalahan kedua negara tanpa mempengaruhi masalah yang lain.

Ia mencontohkan, jangan sampai kasus kekerasan yang menimpa Siti Hajar, salah satu TKI akhirnya mempengaruhi investasi Malaysia di Indonesia.

Seperti diketahui, kebencian atas "klaim Malaysia" itu memunculkan tindakan sweeping terhadap warga Malaysia di Jl Diponegoro Jakarta. Walau tidak menemukan satu warga negara Malaysia, aksi itu membuat prihatin banyak pihak karena akan semakin menganggu hubungan baik kedua negara.

Menanggapi sejumlah aksi anti-Malaysia itu, Menteri Penerangan, Komunikasi dan Kebudayaan Malaysia Rais Yatim di Kuala Lumpur Selasa (8/9) mengatakan, pemerintah dan rakyat Malaysia tidak akan melakukan demonstrasi di KBRI Kuala Lumpur sebagai balasan demo di Kedutaan Malaysia di Jakarta.

"Walaupun bendera Malaysia dibakar. Kedutaan kami dilempari telur dan batu, kami tidak akan membalas terhadap kedutaan Indonesia di Kuala Lumpur," katanya.

Ia mengatakan, Malaysia ingin menjalin terus hubungan baik dengan Indonesia sebagai negara tetangga dan serumpun. Indonesia dan Malaysia adalah pendiri Asean yang kini punya cita-cita sama yakni terciptanya masyarakat Asean.

"Tuduhan bahwa Malaysia mengklaim tari pendet, batik, lagu rasa sayange, reog, dan mengklaim pulau Jemur adalah tidak benar. Tuduhan itu menimbulkan kebencian rakyat Indonesia pada Malaysia," katanya.

Guru Besar UI: Ada Salah Persepsi Soal "Klaim Malaysia"

Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI) Prof Dr Hikmahanto Juwana menegaskan bahwa telah terjadi salah pengertian soal penggunaan budaya Indonesia oleh Malaysia dan pemerintah harus menjelaskan duduk persoalan yang sebenarnya.

"Pemerintah harus meredam situasi yang bisa memicu kebencian yang lebih jauh masyarakat Indonesia terhadap Malaysia, dengan memberikan penjelasan yang benar," katanya kepada ANTARA di Jakarta, Rabu.

Menurut Hikmahanto, penggunaan Tari Pendet oleh iklan promosi pariwisata Malaysia bukanlah klaim negara itu atas seni budaya Indonesia. Demikian juga promosi wisata di Pulau Jemur milik Indonesia oleh Malaysia, bukan berarti mereka mengklaim pulau tersebut.

"Jadi banyak tanggapan yang muncul akibat salah persepsi itu, termasuk pejabat yang memberikan tanggapan salah sehingga membuat masyarakat menyimpulkan memang ada klaim Malaysia itu," katanya yang meraih penghargaan British Achieving Award dari Pemerintah Inggris

Oleh karena itu, menurut Hikmahanto, sudah saatnya pemerintah melakukan komunikasi yang baik kepada publik dan menjelaskan kesalahan persepsi itu.

Dua hal lain yang harus dilakukan pemerintah, pertama memberikan penjelasan kepada masyarakat untuk tidak melakukan tindakan sepihak karena masalah itu diselesaikan melalui jalur antarnegara.

"Andai negara bermusuhan jangan sampai menyeret setiap warga dari dua negara untuk bermusuhan. Kita tidak bisa menyalahkan warga negara Malaysia yang ada di sini atas sikap negaranya," katanya yang pernah menulis buku "Masalah Kepemilikan Sipadan Ligitan".

Dan kedua, Pemerintah Indonesia harus berkomunikasi dengan Pemerintah Malaysia tentang berbagai isu sensitif. "Tunjukkan dialog itu di depan publik Indonesia bahwa kedua negara tengah berusaha menyelesaikan perbedaan pandangan," katanya.

Dalam dialog antarnegara itu, Indonesia harus mengajak Malaysia untuk melokalisir permasalahan kedua negara tanpa mempengaruhi masalah yang lain.

Ia mencontohkan, jangan sampai kasus kekerasan yang menimpa Siti Hajar, salah satu TKI akhirnya mempengaruhi investasi Malaysia di Indonesia.

Seperti diketahui, kebencian atas "klaim Malaysia" itu memunculkan tindakan sweeping terhadap warga Malaysia di Jl Diponegoro Jakarta. Walau tidak menemukan satu warga negara Malaysia, aksi itu membuat prihatin banyak pihak karena akan semakin menganggu hubungan baik kedua negara.

Menanggapi sejumlah aksi anti-Malaysia itu, Menteri Penerangan, Komunikasi dan Kebudayaan Malaysia Rais Yatim di Kuala Lumpur Selasa (8/9) mengatakan, pemerintah dan rakyat Malaysia tidak akan melakukan demonstrasi di KBRI Kuala Lumpur sebagai balasan demo di Kedutaan Malaysia di Jakarta.

"Walaupun bendera Malaysia dibakar. Kedutaan kami dilempari telur dan batu, kami tidak akan membalas terhadap kedutaan Indonesia di Kuala Lumpur," katanya.

Ia mengatakan, Malaysia ingin menjalin terus hubungan baik dengan Indonesia sebagai negara tetangga dan serumpun. Indonesia dan Malaysia adalah pendiri Asean yang kini punya cita-cita sama yakni terciptanya masyarakat Asean.

"Tuduhan bahwa Malaysia mengklaim tari pendet, batik, lagu rasa sayange, reog, dan mengklaim pulau Jemur adalah tidak benar. Tuduhan itu menimbulkan kebencian rakyat Indonesia pada Malaysia," katanya.

Pengamat: Masalah dengan Malaysia Jangan Dibesar-besarkan

Pengamat antropologi dari Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Padang Panjang, Sumbar, Maulid Hariri Gani, mengingatkan semua pihak untuk tidak membesar-besarkan masalah Indonesia dengan Malaysia.

"Tidak perlu dibesar-besarkan. Indonesia-Malaysia adalah negara serumpun, bisa saja terjadi Malaysia mengklaim budaya Indonesia, begitu pula sebaliknya," kata Maulid di Padang, Rabu.

Akademisi yang menyelesaikan S2 ilmu antropologi di Universitas Gajah Mada (UGM) itu mengatakan, semua pihak di kedua negara mesti menurunkan tensi masing-masing.

"Sebab tidak tertutup kemungkinan kasus hubungan Indonesia-Malaysia bagian dari skenario elite untuk menutupi kasus-kasus besar yang terjadi di tingkat nasional saat ini," katanya.

Untuk itu, kata dia, masyarakat jangan sampai terkecoh dengan skenario elite.

"Kita harus sama-sama dewasa dalam menyikapi masalah kedua negara," katanya.

Maulid mengaku pernah menghubungi keluarganya di Malaysia, menyikapi kasus klaim budaya Indonesia dan pelesetan lagu Indonesia Raya.

"Keluarga saya mengaku warga Malaysia tidak pernah ribut soal itu. Hanya kita yang ribut-ribut," katanya.

Meski begitu, Maulid tetap mengingatkan pemerintah Indonesia agar cepat bereaksi kalau ada TKI Indonesia yang dianiaya di Malaysia, dan masalah Ambalat.

"Kalau dalam kasus itu, Indonesia harus tegas dan departemen luar negeri (Deplu) mesti sigap merespon," katanya.

Hubungan Indonesia-Malaysia sempat memburuk setelah terjadinya berbagai klaim budaya Indonesia oleh Malaysia. (ant)