Minggu, November 29, 2009

DPR Akan Godok UU PRT

Undang-Undang yang mengatur hak dan kewajiban pekerja rumah tangga (PRT) sebagai pekerja yang diakui profesinya telah masuk dalam program legislasi nasional DPR, kata Dewita Hayushinta dari Jaringan Advokasi Nasional Pekerja Rumah Tangga (Jala PRT) Senin, di Makassar.

Proses pembentukan UU PRT ini telah dibahas dalam dua rapat dengar pendapat dengan DPR setelah hasil penelitian LSM itu di sepuluh kota di Indonesia, lanjut Dewita.

"Advokasi legislasi, beberapa bulan terakhir tengah di lobi dan telah masuk daftar dan prioritas pembahasan di DPR." jelasnya.

Jala PRT mengaku mendorong pembentukan Undang-Undang PRT karena UU no 13 tahun 2003 tentang tenaga kerja hanya mengatur hubungan industrial, sementara UU PKDRT juga tidak melindungi hubungan kerja seperti PRT.

"PRT dianggap bukan sebagai pekerjaan," ujarnya.

Menurutnya, pemerintah melalui Depnakertrans juga pernah menginisiasi UU ini dan telah memiliki draft namun, beberapa bulan terakhir tidak pernah mengemuka lagi.

Meski demikian, pihaknya tetap memperjuangkan kondisi ideal yang harusnya didapatkan oleh PRT melalui DPR.

Penelitian Lembaga Bantuan Hukum Pemberdayaan Perempuan Indonesia (LBHP2I) menyebutkan, sejumlah PRT yang menjadi responden mengaku mendapat tekanan mental dan hampir semua mengalami kekerasan psikologis.

Ia menambahkan, hampir semua respoden mengaku tidak mendapatkan cuti haid, tidak mendapatkan libur, dan sering tidak diijinkan keluar rumah.

Gaji PRT di bawah upah minimum regional, Rp325-450 ribu per bulan. "Responden mengaku tidak mendapat tunjangan, kalau sakit ditanggung sendiri dipotong dari gaji," jelas Peneliti LBHP2I, Lili Rahma.

40 persen mengaku membantu di tempat usaha milik majikan dengan jumlah upah sama ditambah dengan mencuci kendaraan, bayar tagihan. "Rata-rata PRT lebih suka diam, pasrah, atau berhenti bekerja menerima kondisi yang ada," ujarnya.


Share/Save/Bookmark

Tidak ada komentar:

Posting Komentar